Geliat Burni Telong dan Masa Kelam Kala Awan Gelap Menyelimuti Langit Aceh
Gunung Burni Telong kembali menggeliat setelah lebih dari satu abad tertidur. Simak riwayat letusan dahsyat tahun 1839 yang menggelapkan langit A
Letusan mengerikan itu berlangsung selama dua hari, dari Sabtu hingga Minggu (13 Januari 1839).
Banyak orang mengira hari itu kiamat sudah datang.
Sayangnya, tak ada catatan resmi mengenai jumlah korban jiwa yang ditimbulkan.

Meski demikian, dampak sosial dan ekologis yang ditimbulkan dari letusan ini sangat besar.
Warga mengungsi, perkebunan rusak parah, dan iklim yang terganggu karena abu vulkanik yang menyebar luas menyebabkan penurunan suhu untuk sementara.
Catatan geologi menyebutkan bahwa abu vulkanik dari letusan itu mencapai Pulau Weh, Sabang.
Ini menunjukkan betapa kuatnya tekanan magma yang mendorong material vulkanik ke atmosfer.
Langit di atas Tanah Gayo berubah menjadi kelabu pekat. Matahari tertutup oleh awan abu dan siang menjadi gelap seperti malam.
Sayangnya, karena keterbatasan dokumentasi pada masa itu, letusan Burni Telong 1839 tidak banyak tercatat dalam arsip kolonial Belanda maupun catatan lokal.
Namun, dampaknya yang mencapai Sabang membuatnya tercatat dalam sejarah geologi sebagai salah satu letusan paling signifikan di Sumatra.
Letusan ini menjadi pengingat bahwa di balik keindahan alam Aceh, tersimpan kekuatan dahsyat yang bisa bangkit kapan saja.
Gunung Burni Telong, yang kini menjadi objek wisata dan sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar, pernah menjadi sumber kehancuran yang luar biasa.(*)
Baca juga: Gunung Berapi di Kamchatka Meletus Usai 600 Tahun Tidur,Dampak Gempa Rusia?
Baca juga: Sosok Warga Aceh Tamiang Meninggal Dikeroyok di Malaysia, Anak Mantan Kadus dan Aktif di Kampungnya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.