Wawancara Eksklusif

Terpikat Aneka Rasa Kopi Aceh

Kalau di Aceh jam 9 malam, orang baru berangkat untuk ngopi. Ini menandakan Aceh itu aman dan nyaman. Yudi Triadi

Editor: mufti
COVER KORAN SERAMBI INDONESIA
HEADLINE SERAMBI INDONESIA 

Jadi ini Kajari di Bireuen, sangat baik. Apalagi binaan desa wisata yang berjalan baik. Awalnya kawasan desa yang berhutan tak terkelola, kini disulap menjadi tempat wahana dan tempat wisata berupa flying fox, kapal-kapalan. Dan itu sejalan dengan semangat kejaksaan dalam membina desa. Kaitannya seperti pengelolaan dana desa. Kami kan di bidang perdata dan tata usaha negara, punya program pendampingan hukum. Itu dilakukan untuk mensosialisasi masalah penggunaan dana desa.

Jadi pak Kajari dan kasi datunnya di daerah akan mendampingi aparatur gampong bagaimana pengelolaan dana desa yang baik dan benar. Tepat waktu, tepat mutu dan tepat sasaran.

Saat Bapak pertama ke Aceh dan menyaksikan warung kopi selalu penuh, apa kesannya?

Masalah warung kopi, saya kan lahir dan besar di Pontianak, Kalimantan Barat. Dan sama budayanya dengan Aceh. Tapi Aceh ternyata jauh lebih maju. Mulai dari pelayanan, jenis kopi yang dihidangkan. Bahkan saya baru merasakan di sini ada kopi dicampur nanas. Saya heran juga gimana bisa kopi dicampur dengan nanas. Kemudian ada kopi dicampur dengan jeruk, itu saya coba semua.

Sekali saya duduk di warkop saya coba semua, dan rasanya juga enak. Asam lambung saya juga tidak naik. Saya orangnya begitu, kalau ada sesuatu makanan saya coba semua, apa ada berpengaruh dengan asam lambung saya. Alhamdulillah juga tidak naik. Bahkan sanger juga saya coba, kopi pahit, saya coba semua sekali duduk. Saya tidak tahu ini, apa karena ramuannya yang dikelola dengan baik, atau bagaimana cara meracik kopi ini dengan baik untuk menjadi minuman yang tidak membuat asam lambung saya naik.

Bapak tahu sejarah sanger?

Tentu saya tahu, meskipun saya bukan orang Aceh, tapi semuanya sudah saya cari tahu sebelumnya. Sejarah singkatnya rupanya duduk-duduk di warung kopi. Mahasiswa di warkop-warkop, karena duitnya terbatas maka diminta kopi yang dicampur susunya sedikit. Saya duduk dan tanyakan apa-apa saja yang menarik di Aceh. Rupanya saya dapat informasi bahwa sanger itu singkatan dari saling ngerti (Sanger), kasihlah sedikit susunya, biar kita mahasiswa ini yang duitnya terbatas juga bisa merasakan. Gitukan, pahamlah saya, cepat saya belajar ke situ.

Bagaimana pandangan bapak saat melihat suasana warung kopi di Aceh, aman tidak Aceh dikunjungi?

Ini menjadi tugas saya, selaku Kajati dan juga orang pendatang di sini. Saya tentu punya tugas untuk menyampaikan kepada orang yang bukan orang Aceh, jangan ragu untuk datang ke sini. Karena Aceh itu rupanya kota bahagia. Orang bersama-sama ngopi sampai jauh malam. Nggak pernah ada cerita orang ngopi, kendaraan atau dompetnya hilang. Aceh begitu damai, nyaman, begitu ramah orangnya dan nuansa keagamaannya juga tinggi.

Saya bilang ngopi sampai jam 12 malam masih aman, kalau di tempat lain jam 9 sudah tutup. Kalau di Aceh jam 9 malam, orang baru berangkat untuk ngopi. Ini menandakan Aceh itu aman dan nyaman. 

Sudah berapa penghargaan yang diperoleh Kejati Aceh?

Tiga bulan bertugas di Aceh, saya sudah mendapatkan tiga penghargaan. Alhamdulilah saya mendapat piagam penghargaan dari DJKN Kemenkeu Aceh pada 16 Juli 2025. Yang pertama itu atas peringkat pertama koordinator wilayah dengan capaian hasil lelang terbesar, kategori satuan kerja, kementerian lembaga semester I.

Kemudian piagam penghargaan dari DJKN juga, atas peringkat satu dengan capaian frekuensi lelang terbanyak. Ada satu lagi, tapi saya lupa taroknya dimana terkait penyerapan anggaran terbaik. Berita baiknya lagi, Kejati Aceh masuk ke dalam finalis, wilayah yang menuju predikat wilayah bebas dari korupsi. Ini sudah enam kita tunggu-tunggu selalu gagal. Saya memotivasi seluruh jajaran saya, dan insyaallah kita akan mencapai peringkat WBK itu. Karena predikat bergengsi. Kedua, alhamdulillah kami mewakili Kejaksaan Republik Indonesia, satker dalam hal inovasi kaitannya dengan pelayanan publik yang digagas Kemenpan RB.

Kami di sini memiliki inovasi stunting. Namanya Adhyaksa Peduli Stunting. Jadi kami memiliki inovasi yang saat ini masuk dalam nominasi nasional. Kami juga mewakili Kejaksaan RI yang kaitannya adhyaksa peduli stunting. Kegiatannya ada di beberapa kabupaten/kota, salah satunya Lhokseumawe dan Bireuen.(indra wijaya)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved