KUPI BEUNGOH

20 Tahun Damai Aceh, Mengenang Dokter Muhammad Jailani, Penebar Senyum Menyembuhkan

Almarhum dr. Muhammad Jailani telah pergi. Tetapi setiap akhir pekan di ruang operasi Rumah Sakit Malahayati, senyuman anak-anak bibir sumbing terus

|
Editor: Nur Nihayati
For Serambinews.com
Prof Dr dr Rajuddin, SpOG(K), Subsp FER, Guru Besar Fakultas Kedokteran USK dan Sekretaris ICMI Orwil Aceh   

Di tengah keterbatasan alat, tenaga, dan pendanaan, ia mulai melakukan operasi secara mandiri. Biaya operasi ia tanggung dari kantong pribadi dan sumbangan dari teman-temannya.

Kala itu, belum ada program bantuan tetap, apalagi lembaga donor internasional. Namun, semangatnya tak pernah surut. Ia meyakini bahwa satu senyum yang dikembalikan adalah satu nyawa yang diselamatkan dari luka sosial dan psikologis.

Bekerja dalam sunyi, berdedikasi dalam keterbatasan.
Baru pada tahun 2007, langkahnya mendapatkan dukungan dari Smile Train, sebuah organisasi global yang menyediakan bantuan dana untuk operasi bibir sumbing secara gratis.

Kolaborasi ini menjadi titik balik. Sejak itu, dr. Jailani bisa melakukan operasi secara rutin setiap akhir pekan di Rumah Sakit Malahayati Banda Aceh. Ia tak pernah membatasi jumlah pasien, siapa saja yang datang dan memenuhi indikasi medis akan dioperasi. 

Dalam satu hari, bisa dilakukan lima hingga sepuluh tindakan. Semua dikerjakan dengan penuh kasih sayang, tanpa memandang latar belakang pasien. Hingga akhir hayatnya, lebih dari 5.000 operasi telah ia lakukan.

Di balik setiap tindakan ada seorang anak yang tadinya menutup wajah, kini bisa tersenyum. Ada seorang ibu yang dulu menangis pilu, kini menangis haru. Ada seorang ayah yang tadinya pesimis, kini kembali bahagia.

“Saya tidak mengharap honor. Saya puas melihat mereka bisa tersenyum percaya diri.” Demikian pengakuan dr. Jailani pada saya saat istirahat operasi.

Bagi sebagian orang terdengar klise, tetapi bagi rekan sejawat, itulah prinsip hidup yang ia pegang teguh. Ada tiga nilai penting yang bisa kita petik dari filosofi hidup dr. Jailani; Pertama, kesehatan sebagai amal, bukan komoditas. 

Dalam dunia medis modern, pasien kerap diperlakukan sebagai klien. Tarif paket tindakan dan keuntungan menjadi pertimbangan utama namun, dr. Jailani membalik paradigma itu.

Ia menempatkan pasien sebagai amanah, bukan peluang bisnis tetapi menyembuhkan adalah sedekah terbaik. Kedua, kepuasan batin sebagai motivasi tertinggi.

Ia tidak mengejar ketenaran, tidak membuat konten sosial media, tidak menghitung jumlah tindakan. Yang ia cari adalah senyum dan itu cukup menjadi alasan untuk terus bekerja. 

Ketiga, kolaborasi untuk dampak yang lebih luas. Meski bermula dari inisiatif pribadi, ia tidak menutup diri dari kerja sama, melalui kolaborasi dengan Smile Train.

Ia bisa memperluas jangkauan dan meningkatkan kualitas layanan. Dia membuktikan bahwa gerakan kemanusiaan bisa berkembang bila dilandasi visi dan etika.

Pada 3 Maret 2022, dr. Muhammad Jailani meninggal dunia dan Aceh kehilangan salah satu dokter terbaiknya.

Kata pepatah "orang hebat tak pernah benar-benar mati" ribuan anak yang pernah ia sentuh kini tumbuh menjadi pribadi yang lebih percaya diri, sekolah tanpa ejekan, bekerja tanpa minder, dan menikah tanpa rasa malu. Semua itu adalah warisan yang tak bisa dihitung dengan rupiah. 

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved