Liputan Eksklusif Aceh

Menyelami Sejarah Tugu Nol Kilometer Sabang, Simbol Persatuan dari Ujung Barat Nusantara

Banyak yang melihat Tugu Nol Kilometer hanya sebagai tempat berfoto, padahal keberadaannya sarat dengan makna sejarah dan identitas bangsa.

Penulis: Aulia Prasetya | Editor: Yocerizal
IST/SERAMBINEWS.COM
SIMBOL PERSATUAN - Pengamat sejarah Kota Sabang yang juga Wakil Ketua DPRK Sabang, Albina Arrahman, Selasa (19/8/2025), menyebut Tugu Nol Kilometer Sabang sebagai simbol persatuan dari ujung barat Nusantara. 

Laporan Aulia Prasetya | Sabang

SERAMBINEWS.COM, SABANG – Bagi banyak orang, Tugu Nol Kilometer Sabang hanyalah penanda geografis di ujung barat Indonesia. 

Namun, di balik monumen setinggi 43,6 meter yang berdiri megah di Pulau Weh ini, tersimpan jejak sejarah, filosofi, dan nilai kebangsaan yang mendalam.

Pengamat sejarah Kota Sabang yang juga Wakil Ketua DPRK Sabang, Albina Arrahman, menyebutkan bahwa setiap detail dari monumen ini menyimpan pesan filosofis yang patut direnungkan.

“Banyak yang melihat Tugu Nol Kilometer hanya sebagai tempat berfoto, padahal keberadaannya sarat dengan makna sejarah dan identitas bangsa,"

"Ia adalah titik awal yang menyatukan Sabang dan Merauke dalam bingkai NKRI,” ujarnya.

Secara geografis, titik paling barat Indonesia sebenarnya berada di Pulau Lhee Blah, bagian dari Pulau Breueh, Kabupaten Aceh Besar. 

Bahkan ada Pulau Rondo yang lebih terluar, berbatasan langsung dengan Kepulauan Nicobar, India. 

Baca juga: Tarik Ulur Pengelolaan Tugu Nol Kilometer, Antara Pemko Sabang dan BKSDA

Baca juga: Monumen Kilometer Nol Sabang, Simbol Nusantara yang Jadi Magnet Wisata Dunia

Namun, keterbatasan akses membuat pemerintah memilih Pulau Weh sebagai lokasi pembangunan monumen.

“Pulau Breueh dan Pulau Rondo memang titik terluar, tetapi untuk dijadikan pusat kunjungan wisata tentu sulit,"

"Karena itu, Sabang dipilih sebagai representasi titik nol Indonesia, sekaligus membuka akses pariwisata,” jelas Albina.

Gagasan Pembangunan

Gagasan pembangunan monumen berakar dari slogan 'Dari Sabang sampai Merauke', kalimat yang dipopulerkan Presiden Soekarno untuk menggambarkan betapa luasnya Indonesia. 

Namun jauh sebelumnya, pada 1899, Gubernur Militer Belanda untuk Aceh yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda, J.B. Van Heutsz, juga pernah melontarkan frasa serupa 'Van Sabang tot Merauke'.

Monumen KM Nol Sabang pertama kali dibangun pada 1965 di pusat Kota Sabang di Jalan Diponegoro, tepat di depan Kantor Wali Kota Sabang dengan nama Tugu Kembar. 

Saat itu, monumen kembar juga dibangun di Merauke, Papua, dengan desain serupa menjulang tinggi dengan simbol Burung Garuda di puncaknya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved