MENYAPA NUSANTARA

Memperjuangkan Peternak Sapi Lokal Tembus Pasar

Indonesia masih mengandalkan impor sapi untuk menjaga keseimbangan pasokan daging nasional hingga 2029. Hal ini terjadi karena kebutuhan.....

Editor: IKL
(ANTARA/Qadri Pratiwi)
Sapi lokal di Kota Jayapura, Papua 

Pertanyaannya sederhana, tapi menohok: apakah Bangsa Indonesia rela membiarkan peternak rakyatnya mati secara perlahan?

Di hulu, yang juga menjadi faktor penentu adalah biaya produksi yang tinggi, mulai harga pedet hingga biaya pembesaran sapi yang tinggi.

Hal ini karena biaya produksi tergantung pada biaya pakan harian, jarak antarkelahiran, angka kebuntingan, angka kematian pedet, dan angka kematian induk.

Mari berhitung biaya pakan pada sistem breeding peternak di Jawa dengan biaya operasional dan biaya pakan yang mencapai Rp15.000 per ekor per hari.

Dengan asumsi angka kebuntingan 70 persen jarak antarkelahiran 420 hari, dan angka kematian pedet 3 persen, maka biaya total untuk memproduksi seekor pedet Rp9.278.350,00.

Memang biaya pakan dapat ditekan pada sistem integrasi sapi sawit. Biaya operasional dan biaya pakan sekitar Rp9.500,00 per ekor per hari.

Dengan asumsi angka kebuntingan 90 persen, jarak antarkelahiran 400 hari, dan angka kematian pedet 3 persen, maka biaya total untuk memproduksi seekor pedet Rp4.581.901,00.

Angka itu masih tergolong tinggi untuk usaha pembesaran daging sapi, sehingga kurang menguntungkan peternak pembesaran.

Tentu, semua sepakat upaya pembiakan sapi potong lokal menjadi tulang punggung populasi sapi di dalam negeri yang harus didukung dan dilindungi eksistensinya.

Namun, tanggung jawab tersebut tidak dapat hanya dibebankan pada satu atau dua organisasi profesi, seperti Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) atau Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI).

Keduanya mempunyai peran penting dalam hal keilmuan, teknologi, dan kesehatan hewan, tetapi keberhasilan pembiakan sapi potong di Indonesia sejatinya menjadi tanggung jawab bersama.


Persoalan Teknis

Indonesia juga masih menghadapi persoalan teknis untuk meningkatkan populasi ternak, seperti ancaman penyakit, seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Lumphy Skin Disease (LSD), Septisemia Epizootika (SE), jembrana, parasit darah, anthrak dan beragam penyakit lainnya.

Di lapangan, kondisi wabah PMK secara signifikan menurunkan populasi sapi dan mengganggu kinerja reproduksi sapi.

Kondisi ini menjadi tantangan bagi semua pihak untuk membantu peternak lepas dari kondisi endemik beberapa penyakit tersebut.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved