Politik

FGD PPA: Judicial Review UUPA Solusi Tepat Ubah Ambang Batas Usulan Cakada

Prof Hasanuddin menegaskan setiap rakyat berhak berkiprah dalam politik tanpa dibatasi aturan ambang batas. “Akibatnya, bangsa ini

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/FOR SERAMBINEWS
Ketua Umum Partai Perjuangan Aceh Prof Dr Marniati menyerahkan plakat kepada Prof Dr Azhari SH MCL MA pada Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi, Revisi UUPA, dan Eksistensi Partai Politik Lokal Aceh” di Plenary Hall Universitas Ubudiyah Indonesia (UUI), Sabtu (23/8/2025). 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Judicial review UUPA membuka peluang bagi partai politik lokal maupun nasional di Aceh untuk mengusulkan calon kepala daerah (cakada) dengan ambang batas minimal perolehan kursi di DPRK/DPRA sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 8,5 persen.

Dalam UUPA Nomor 11 Tahun 2006, partai politik lokal maupun nasional di Aceh hanya bisa mengusulkan pasangan calon kepala daerah jika memiliki minimal 15 persen kursi di DPRA atau DPRK hasil Pemilu sebelumnya.

Hal ini mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digagas Partai Perjuangan Aceh (PPA) bertajuk “Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi, Revisi UUPA, dan Eksistensi Partai Politik Lokal Aceh” di Plenary Hall Universitas Ubudiyah Indonesia (UUI), Sabtu (23/8/2025). 

Kegiatan ini dihadiri jajaran pimpinan PPA, yakni Ketua Umum Prof Adjunct Dr Marniati SE MKes, Ketua Dewan Pembina Dedi Zefrizal ST, Sekjen Rayuan Sukma, dan Ketua Harian Mursi.

Sejumlah narasumber juga hadir memberi pandangan, seperti akademisi Prof Dr Tgk Hasanuddin Yusuf Adan, dan Prof Dr Azhari SH MCL MA, politisi yang juga mantan wakil gubernur Aceh Muhammad Nazar SAg, dan Dosen Fakultas Hukum USK Dr Zainal Abidin SH MH.

Baca juga: Ketua Umum PPA Usul Dana Abadi untuk Program Jaminan Pendidikan Rakyat Aceh

Prof Hasanuddin menegaskan setiap rakyat berhak berkiprah dalam politik tanpa dibatasi aturan ambang batas. “Akibatnya, bangsa ini bisa dirugikan,” ujarnya.

Sementara itu, Prof Azhari menegaskan, putusan MK telah memberikan “jalan tol” bagi demokrasi melalui ketentuan ambang batas 8,5 persen.

“Namun, mengapa UUPA justru masih memilih menggunakan “jalan rusak”? Ini menjadi pekerjaan bersama yang wajib kita dorong,” ujarnya.

Mantan wakil gubernur Aceh, Muhammad Nazar, berargumen partai lokal merupakan instrumen vital perdamaian. “Parlok adalah amanat MoU Helsinki. Ia bukan sekadar simbol, tapi saluran aspirasi Aceh yang sah,” tegasnya.

Sedangkan Dr Zainal Abidin menilai putusan MK harus dipandang sebagai momentum perbaikan sistem demokrasi.

“Putusan MK No. 135 tidak bisa sekadar diperdebatkan, tetapi harus dimanfaatkan untuk memperbaiki tata kelola demokrasi, baik di tingkat nasional maupun Aceh,” jelasnya.

Oleh karena itu, Ketua Umum PPA Prof Dr Marniati mengajak seluruh partai lokal untuk bergandengan tangan dengan satu tujuan mulia yaitu menjamin hak-hak rakyat Aceh agar dapat hidup sejahtera.

PPA juga berkomitmen untuk mendukung setiap program pemerintah yang berpihak kepada rakyat, sekaligus siap mengkritisi kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan masyarakat.(*)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved