“Haaa?!”
“Iya.”
“Lalu?”
“Malaikat Maut mau mencabut nyawa saya.”
“Oh, Tuhan. Lalu?”
“Saya menantangnya.”
“Menantangnya? Menantang Malaikat Maut? Ah! Ha-ha-ha! Kau! Ulokmu boleh juga, dasar preman pasar ikan. Oya, menantang Malaikat Maut, itu bagaimana maksudmu?”
“Saya bilang pada Malaikat Maut, ‘Ya, Malaikat, apa susahnya mencabut nyawa seekor anjing pasar seperti saya? Tanpa Anda datang pun mungkin esok atau lusa saya akan mati di ujung rencong para nelayan yang beringas-beringas itu, atau di ujung parang milik pedagang-pedagang ikan yang kasar itu.’ Itu yang saya katakan pada Malaikat Maut, Tuan.”
“Oh-oh-oh! He-he-he…. Nampaknya saya dapat meraba kelanjutan ceritamu yang menjijikkan itu, he-he-he….”
“Terserah Tuan. Tuan memang ahli prediksi,” kata saya seraya mematikan telepon. Namun saat itu juga telepon genggam saya bergetar lagi. Dari Tuan Abdullah. Saya membiarkannya hingga putus sendiri. Namun segera berdering lagi. Saya lagi-lagi membiarkannya. Namun begitu terputus lagi, handphone berdering lagi. Saya masih membiarkannya.
***
Sebagai kepala preman pasar ikan saya suka diminta bantu oleh Tuan Abdullah untuk mengerahkan orang-orang. Maksud saya merekrut para penganggur. Saya suka mengajak mereka menjadi pengawal-pengawal bagi pengawal-pengawal di rumah Tuan Abdullah. Tentu dengan penghasilan yang lumayan dan lebih tinggi dari upah terendah yang ditetapkan pemerintah.
“Hoi! Preman Pasar Aceh yang baik hatinya!” panggil Tuan Abdullah suatu hari melalui telepon genggam. Tapi itu dulu. Saya masih ingat; dua tahun yang lalu. Saat itu pengawalnya baru seratusan orang. “Ya, Tuan Abdullah yang sangat super,” jawab saya mengikuti gayanya berkelakar. “Bagaimana jalan keluarnya ini?” tanya Tuan Abdullah dengan nada risau. Lalu, karena waktu itu masih enak datang ke rumahnya, saya pun meluncur ke rumah Tuan Abdullah.
Rupanya, saat itu, dia merasa bahwa seratusan pengawal boleh jadi tidak efektif apabila sewaktu-waktu mereka diserang kantuk yang datangnya berbarengan. Andai itu terjadi apa artinya mereka walau sebanyak itu? Tidak ada arti! Dalam tidur, manusia adalah patung yang sama sekali tidak ada gunanya. Jadi? Ya! Waktu itu diputuskan saya harus mencari teman yang ahli di bidang elektronik untuk merakit sistem keamanan elektrik yang akan bekerja seandainya ratusan pengawal itu terlelap dalam waktu bersamaan (meski giliran mereka sudah diatur dengan ketat).
Ya, akhirnya sistem keamanan berteknologi tinggi itu dikerjakan oleh para ahli. Dan saya masih ingat, beberapa bulan setelah itu, ketika pada suatu hari Tuan Abdullah menelepon saya dengan kata kunci, “Halo Preman Pasar Aceh yang baik hatinya.” Dan, seperti biasa, saya membalas gaya guyonnya dengan, “Iya, Tuan Abdullah yang sangat super. Ada yang bisa saya bantu?”