Cerpen

Apamuh, Si Peniup Tukut

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

“Thip.” Apamuh menyenter ke rentangan jaring. Betapa mereka semua terkejut ketika menyaksikan sebuah pemandangan yang teramat sangat menyeramkan. Yang terbalut jaring itu ternyata bukan burung-burung yang mereka tipu dengan suara tiupan tukut. Seekor kelelawar raksasa yang sedang ditunggangi sebuah bayangan terjerembab dalam balutan benang hitam. Punggung kelelawar raksasa itu terlihat bagai berpelana. Bayangan yang mengendarainya bagaikan Ksatria Iblis yang sedang memegang tali kekangketika sedang berpacu dalam kancah perang amuk kemurkaan.

“Hai manusia-manusia bersuara palsu. Penipu. Kalian telah menyulap beribu-ribu hewan kami. Kalian telah menundukkan mereka dengan tipu muslihat suara buluh perindu. Kalian telah memalsukan suara hewan-hewan kami. Kalian semua harus bertanggung jawab. Kalian semua akan kuterbangkan dengan cengkraman cakar sayap kelelawarku. Kalian akan kujerumuskan ke dalam kerangkeng TaleukHitam di kerajaan Payani. Tubuh kalian bisa dimangsa buaya!”

Ceklah, Mat Amin dan Yuh segera mengambil langkah seribu. Mereka berlompatan ke sawah, tanpa harus memperdulikan pematangan sawah yang tersepak.

Apamuh juga tak mau menunggu. Segera saja Apamuh mengambil sandal, tanpa menghiraukan jaring yang koyak, burung-burung yang sudah berhasil terkumpul dalam sangkar. Ia biarkan saja segalanya tergeletak di tengah rel kereta api. Apamuh berlari mengikuti jalan rel.

Dengan nafas yang terengah-engah dalam pelarian, tanpa sengaja kaki Apamuh tersandung bongkahan tanah gunduk bangunan gorong-gorong saluran pembuangan air sawah ke sungai Peusangan. Apamuh tersungkur tepat di kaki sesosok bayangan berhijab dengan gaun panjang menutupi tubuhnya sampai menyentuh tanah.

Aroma wangi bebunga, harum minyak kasturi, tercium menembus sampai ke paru-paru Apamuh. Tapi bau siapa? Apamuh tak menyangka, bahwa ujung jemari kaki yang hampir saja ia tubruk itu sebenarnya adalah sosok dari jelmaan Nekni, ratu penguasa istana Payani yang anggun jelita. Ratu yang berhati mulia yang kini telah raib dalam legenda Payani.

Apamuh menyambangi malam. Dalam gelap Apamuh memuja terang. Dengan terang Apamuh juga dapat menyaksikan kelelawar raksasa dan ksatria penunggangnya berdiri di belakang sosok perempuan berhijab, layaknya pengawal abdi setia yang sedang mendampingi ratunya pada tiap-tiap darmabakti. Kemudian sosok perempuan bangsawan itu menyunggingkan senyuman, lalu terbang dibawa sang kelelawar. Sosok-sosok bayangan itupun perlahan lenyap ditelan malam kelam gulita, karena mendung mulai menebal menutupi langit. Hujan pun mengguyur bumi.

Dengan langkah-langkah yang bagaikan jatuh. Apamuh bangkit dan melangkah pulang, menerobos hujan, mengarungi persawahan yang dilanda banjir. Banjir yang menenggelamkan perasaan Apamuh pada bayang-bayang hitamnya kala meniup tukut di Payani. Ketakutan yang teramat mendera sukma Apamuh, sekaligus takjub dan bersyukur karena suara tukutnya telah mempertemukannya dengan peri yang melegenda di kawasan Aceh Jeumpa.

Blang Me, 4 Desember 2014

* Iswandi Usman, lahir di Matang Panyang, Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, 5 Februari 1981. Bekerja sebagai pengajar pada SD Negeri 8 Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara.

Berita Terkini