Kegiatan berlangsung sangat mengharukan, jika saja para janda dan anak yatim tersebut tahu bahwa tangan yang mengulurkan bantuan kemanusiaan adalah tangan para prajurit TNI, tentu keharuan akan bertambah.
Bahkan, penyantunan tersebut juga ikut diberikana kepada Ibu kandung Muzakir Manaf sebagai Pangliam GAM ketika itu.
Kepada saya, perwira senior penyelenggara acara tersebut memberikan pernyataan sangat singkat yang masih saya ingat. Ia mengatakan “Kegiatan ini semata mata alasan kemanusiaan, karena nilai kemanusiaan adalah universal, semoga kegiatan ini memberikan kesejukan bagi Aceh kedepan”.
Karena kegiatan kemanusian itulah, setelah kegiatan kemanusia itu dilaksanakan oleh satuan intelejen. Akhirnya tercium oleh aparat Korem 011/Lilawangsa.
Akhirnya sang Kapten intelijen harus berurusan berurusan dengan pihak Korem dan sempat “mendekam” hampir sebulan di markas Korem 011/Lilawangsa di Lhokseumawe. Karena dianggap kegiatannya membantu musuh.
Korem 001/Lilawangsa tidak mengetahui mereka adalah satuan intelejen, tapi diketahui sebagai pekerja LSM dan wartawan. Makanya mereka “mendekam” dalam jeruji besi.
Inspirasi yang harus saya bagi dalam momentum 11 tahun MoU Helsinki, yang dicatat adalah sebuah langkah berani penanganan konflik Aceh melalui pendekatan yang sangat bermartabat dari satuan intelejen sudah mulai digagas sejak dahulu.
Kisah fakta di atas,merefleksikan sebuah fenomena di tengah-tengah situasi Konflik, namun tersirat masih adanya obsesi yang mengedepankan semangat persaudaraan sebangsa dan setanah air serta keinginan merajut damai Aceh melalui pendekatan kemanusiaan.
Pada kesempatan lain, perwira berpangkat Kapten saat itu mengatakan bahwa Aceh merupakan bagian organ vital dari tubuh Republik Indonesia, mustahil jika kami datang untuk membunuh organ vital, karena jika itu dilakukan, maka orang Aceh mati dan Indonesia menderita cacat permanen seumur hidup.
Oleh karenanya perdamaian yang saat ini terwujud di Aceh, sesungguhnya merupakan sumbangsih dari semua elemen bangsa termasuk prajurit TNI.
Cerita yang tercecer di atas adalah, sosok seorang perwira intelejen TNI yang saat ini berpangkat kolonel, dan tetap setia menjalani tugasnya di Aceh sampai saat ini. Karena menurutnya, Aceh adalah sekolah kehidupan menuju surgawi.
Selamat bertugas Kolonel Radjasa, terimakasih atas pengabdian dan kecintaanya terhadap Aceh.
Semoga Allah swt selalu memberikan kebaikandalam menjalani tugas.Karena sekecil apapun kebaikan tak pernah bisa binasa, dan sebesar apapun kejahatan tak akan pernah bisa kuasa. [SAFRUDIN BUDIMAN, Saksi Hidup Perdamaian Aceh]
***
[Redaksi menerima tulisan Kupi Beungoh. SETIAP KONTEN YANG DIBUAT MENJADI TANGGUNGJAWAB PENULIS. Kirim ke email: kupibeungoh@serambinews.com]