Untuk pengembangan Rumah Sakit Jiwa Aceh ke depan, kata Amren, pihaknya akan memfokuskan pada persiapan wahana PPDS Psikiatri bekerja sama dengan Universitas Syiah Kuala dan Universitas Sebelas Maret Solo. Selain itu juga pengembangan pelayanan rehabilitasi psikologi dan Napza sebagai layanan unggulan dan persiapan lokasi baru RSJ di Kuta Malaka, Aceh Besar.
Pelayanan unggulan saat ini, di antaranya poliklinik tumbuh kembang anak, manajemen praktik keperawatan profesional, rehabilitasi Napza, klinik psikogeriatri, dan rehabilitasi psikososial yang akan dikembangkan di Kuta Malaka.
Untuk meningkatkan SDM yang ada di RSJ, kata Amren, pihaknya juga telah menjalin kerja sama dengan berbagai institusi/lembaga baik dalam maupun luar negeri. Untuk pendidikan dan pengembangan manajemen RSJ ke depan, kerja sama dalam bidang pendidikan dan penelitian dilakukan dengan Hedmark University College, Norwegia, sedangkan wahana program pendidikan bimbingan konseling islami dengan UIN Ar-Raniry.
RSJ Aceh, kata Amren, saat ini masih membutuhkan dokter sub spesialis jiwa, juga staf dengan keahlian tertentu seperti tenaga speech therapy. Untuk menunjang pelayanan, kata Amren, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan Prof Dr Joesoef Simbolon SpKJ, Spesialis Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja dari Universitas Sumatera Utara.
Kecuali itu, RSJ juga menjalin kerja sama dengan RSUZA untuk penyediaan dokter spesialis radiologi, anak, patologi klinis, penyakit dalam, dan rehab medis yang jumlahnya masing-masing satu orang.
Terus Kembangkan SDM
Sumber daya manusia dan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa yang dimiliki RSJ Aceh harus terus dikembangkan. Hal ini sejalan dengan beban yang dihadapi RSJ Aceh, dimana jumlah pasien gangguan jiwanya setiap bulan terus bertambah. Ketua Komisi VI DPRA T Iskandar Daoed SE, M.Si, mengatakan, DPRA siap menyetujui anggaran program prioritas yang akan dilaksanakan pihak manajemen RSJ untuk peningkatan pelayanan, SDM, dan kapasitas daya tampung pasien jiwa.
“Dewan juga sangat setuju kalau pengembangan RSJ yang ada sekarang ke lokasi yang lebih memberikan ketenangan bagi pasiennya, seperti ke Kecamatan Kuta Malaka, Aceh Besar.
Pasien gangguan jiwa dan Napza yang telah direhab dan sembuh, mereka bisa diberikan pendidikan dan keterampilan khusus, untuk kemandirian ekonominya ke depan,” kata Wakil Ketua DPRA ini.
Dia berharap pasien yang sudah sembuh diajari bercocok tanam, beternak, berkebun, bengkel, dan diberi moda kerja, sehingga setelah keluar dari RSJ mereka bisa bekerja normal seperti masyarakat biasa dan tidak lagi bergantung pada orang lain. Selain itu, persoalan yang juga menjadi perhatian para dokter RSJ Aceh dan keluarga, yaitu pasien yang baru sembuh tidak 100 persen dilepas, tetapi perlu terus dipantau, khususnya ketersediaan obat. Dikatakan Iskandar, selama ini ada pasien yang baru sembuh langsung dilepas kepada keluarganya, padahal masih harus diberikan obat secara kontinyu. Akhirnya, kata Iskandar, setelah obatnya habis penyakit gangguan jiwanya kambuh kembali.
“Sehingga jumlah masyarakat Aceh yang terkena gangguan jiwa, tidak menurun, akibat pemantuan dari keluarga dan tim dokter spesialis jiwanya tidak berkelanjutan. Jadi, kita berharap dilepas total ketika pasiennya benar-benar sembuh,” kata Iskandar Daoed.(*)