Kupi Beungoh

Baitul Asyi, Anggito, dan Hikmah Wakaf

Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase foto

Oleh Mulyadi Nurdin, Lc, MH

Mulyadi Nurdin ()

PUBLIK Aceh dihebohkan dengan rencana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk menginvestasikan dana haji pada tanah Wakaf Aceh di Arab Saudi.

Kepala Badan Pelaksana BPKH, Anggito Abimanyu, Jumat (9/3/2018) mengaku akan menginvestasikan sebagian dana haji yang telah disetorkan ke BPKH sebanyak Rp 102,5 triliun di tanah wakaf yang dimiliki Aceh di dekat Masjidil Haram.

Anggito tidak menyebut jelas tanah wakaf mana yang dimaksud, mengingat ada beberapa tanah wakaf milik orang Aceh tersebar di Makkah.

Namun yang paling populer adalah milik Habib Abdurrahman Al-Habsyi alias Habib Bugak Asyi.

Rencana tersebut mendapat reaksi keras berupa penolakan dari beberapa elemen masyarakat Aceh, seperti LSM, anggota Dewan, pegiat sosial media, serta menjadi perbincangan hangat di warung-warung kopi di Aceh.

Kalau melihat sejarah, awal mula tanah wakaf tersebut adalah ketika Habib Bugak Asyi mendaftarkan wakafnya pada 1224 Hijriah atau 1809 Masehi kepada nazhir (pengelola wakaf), dengan akad supaya digunakan sebagai pemondokan warga Aceh.

Jika tidak ada orang Aceh yang ke Makkah untuk belajar atau haji, bangunan itu bisa dimanfaatkan untuk siswa dari Nusantara (Jawi) atau kawasan ASEAN saat ini.

(Baca: Komandan Al-Asyi Kecam Rencana Pemerintah Pusat Kelola Tanah Wakaf Aceh di Mekkah)

(Baca: Rencana Pengelolaan Tanah Wakaf Aceh Oleh Pusat, Asrizal: Sudah Cukup Aceh Bantu Indonesia)

Jika tidak ada dari Nusantara, wakaf diserahkan kepada Imam Masjidil Haram untuk kebutuhan masjid.

Dalam mengelola tanah wakaf tersebut selama ini nazir wakaf berusaha supaya aset tersebut dapat menghasilkan keuntungan untuk kemudian dibagikan kepada jamaah haji asal Aceh.

Sejumlah tanah wakaf tersebut telah dilakukan kerja sama dengan investor dari Arab Saudi untuk pembangunan hotel dan hasil sewanya diberikan kepada jamaah haji Aceh.

Ketika saya masih belajar di Cairo Mesir, saya mendapat kabar sejumlah upaya sudah dilakukan agar investasi pembangunan di tanah Wakaf tersebut dilakukan oleh warga Aceh, namun karena tidak ada calon investor dari Aceh yang masuk, akhirnya nazir wakaf bekerja sama dengan investor dari Arab Saudi, tentunya setelah mendapat persetujuan dari Mahkamah Arab Saudi.

Namun, ketika pemerintah Indonesia (BPKH) berencana berinvestasi di tanah wakaf Asyi tersebut, sejumlah penolakan terjadi, sehingga menjadi isu hangat di Aceh.

Halaman
123

Berita Terkini