Data Facebook Pernah Digunakan untuk Menangkan Capres, Begini Cara Kerja Cambridge Analytica

Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SERAMBINEWS.COM – Berita tentang bocornya puluhan juta data pribadi para pengguna Facebook, membuat heboh para pemilik akun di media sosial terbesar di dunia ini.

Diketahui, pada Rabu (4/4/2018), Facebook merilis laporan terkait jumlah pasti data pengguna yang dicuri Cambridge Analytica.

Jika sebelumnya ditaksir 50 juta, ternyata jumlah data yang dicuri mencapai 87 juta.

Indonesia menjadi negara ketiga dengan jumlah data pengguna yang paling banyak dicuri, yakni 1 juta data.

Di atas Indonesia ada Amerika Serikat dan Filipina.

(Baca: Bareskrim Akan Panggil Facebook Terkait Bocornya Data Pengguna, Ada Hubungannya dengan Kuis?)

Terkait peristiwa ini, Menkominfo Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara telah memanggil perwakilan Facebook Indonesia.

Rudiantara mengutarakan permintaan kepada Facebook untuk ditindaklanjuti terkait antisipasi kebocoran data pengguna di Indonesia.

"Kami juga minta Facebook sesegera mungkin untuk melakukan shutdown atas aplikasi yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, terutama kuis-kuis personality test yang model Cambridge Analytica. Itu dimatikan dulu di Indonesia," kata Rudiantara.

Kuis kepribadian yang marak beredar di Facebook adalah salah satu pintu masuk pengumpulan data pribadi pengguna oleh pengembang pihak ketiga.

Data itu kemudian bisa saja disalahgunakan untuk kepentingan tertentu, seperti yang dilakukan Cambridge Analytica.

(Baca: Ini Sanksi Menkominfo Kepada Facebook Terkait Bocornya 1 Juta Data Pengguna Asal Indonesia)

Pemenangan Calon Presiden

Dilansir Kompas.com, ternyata data para pengguna Facebook yang dicuri oleh Cambridge Analytica ini, pernah digunakan untuk kampanye pemenangan calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump pada Pilpres AS 2016 lalu.

Bagaimana caranya data ini digunakan? Media kenamaan Inggris, The Guardian, belum lama ini mendapat bocoran dokumen cetak biru soal bagaimana data ini dimanfaatkan tim kampanye Donald Trump.

Cetak biru ini didapatkan dari mantan pegawai Cambridge Analytica yang baru saja mengakhiri kontraknya dengan perusahaan firma analis data ini.

Ia mengklaim dalam dokumen tercatat jelas bagaimana seluruh data pengguna Facebook itu digunakan.

Dalam cetak biru tersebut tercantum setidaknya ada 27 halaman presentasi yang dibuat oleh Cambridge Analytica.

Presentasi ini sejatinya dibuat sebagai bahan untuk ditunjukkan kepada klien potensial demi mendapat keuntungan.

"Ini adalah kumpulan kampanye digital berbasis data yang digunakan Trump," ujar Brittany Kaiser, mantan Direktur Pengembangan Bisnis Cambridge Analytica yang membawa cetak biru ini sebagaimana dikutip KompasTekno dari The Guardian, Selasa (27/3/2018) lalu.

(Baca: Mengenal USS Potomac, Kapal Perang Amerika yang Membombardir Kuala Batu di Aceh Barat Daya)

(Baca: VIDEO - Ladang Perang Pertama Marinir Amerika Serikat di Asia Tenggara)

Dalam cetak biru ini terungkap bahwa firma Cambridge Analytica melakukan beberapa metode, yakni penelitian, survei intensif, pemodelan data, serta mengoptimalkan penggunaan alogaritma untuk menargetkan sebanyak 10.000 iklan berbeda pada audiens.

Praktik ini kemudian dilakukan pada audiens yang berbeda-beda sesuai data diri mereka dan dilakukan dalam bulan-bulan menjelang pemilihan 2016 silam.

Dalam dokumentasi yang dipresentasikan beberapa minggu setelah Trump dinyatakan terpilih ini, tercatat bahwa iklan kampanye yang disebar tersebut telah dilihat sebanyak miliaran kali oleh para calon pemilih.

Contoh pengoptimalan algoritma, berita negatif ditampilkan ke pemilih potensial Hillary Clinton, pesaing Trump di Pilpres AS 2016 lalu. (The Guardian)

"Ada permintaan dari orang-orang di lingkaran perusahaan untuk tahu bagaimana kami melakukannya. Semua orang ingin tahu, baik itu klien lama maupun klien potensial. Tentu kami bisa saja menunjukkannya pada orang yang telah menandatangani persetujuan," ungkap Kaiser.

Kaiser menambahkan, ia sendiri tidak terlibat secara langsung dalam kampanye pemenangan Trump.

Namun, beberapa kali ia pernah mengatur pertemuan di antara para petinggi untuk membicarakan hal ini. Reputasi firma analisis data Cambridge Analytica ini memang cukup baik di antara para politikus.

Firma ini dianggap mampu mendongkrak popularitas positif saat masa-masa kampanye berjalan.

Dalam kerjanya, pihak Cambridge Analytica juga bertugas memantau efektivitas pesan serta iklan pada berbagai jenis pemilih.

(Baca: Pria Amerika Ini tak Beragama, Tapi Dia Bilang Suara Azan Begitu Indah, Begini Reaksi Warganet)

Kemudian si klien pun diberikan masukan dari kampanye yang tengah berjalan baik itu di Facebook maupun platform lain.

Hasil umpan balik atau feedback ini kemudian digunakan lagi untuk mengoptimasi alogaritma penyebaran data agar kampanye yang dilakukan lebih optimal.

Feedback ini digunakan untuk mengirim ribuan iklan lain pada calon pemilih bergantung profilnya.

Kaiser juga mengungkapkan bahwa Trump juga menggunakan platform lain untuk berkampanye, seperti Snapchat dan Twitter.

Meski demikian, ia tidak menyebutkan dengan lebih detail bagaimana tim pemenangan Trump memanfaatkan semua platform ini.

Beberapa hari lalu, Cambridge Analytica dikabarkan memegang lebih dari 50 juta data akun pengguna Facebook.

Cambridge Analytica diduga memperoleh data pengguna Facebook dari peneliti pihak ketiga bernama Aleksandr Kogan.

Ia bekerja di Global Scicence Research dan kerap menghadirkan survei terkait kepribadian yang tersebar masif di Facebook.

Data ini diduga digunakan oleh tim kampanye Trump sebagai langkah pemenangan saat Pilpres 2016 lalu.(tribunnews.com/kompas.com)

Berita Terkini