SERAMBINEWS.COM - Prediksi kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) Fed Fund Rate yang lebih agresif membuat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah 2,42% sejak awal tahun menjadi Rp 13.891 per dollar AS, Kamis (26/2/2018).
Spekulasi kenaikan suku bunga The Fed serta faktor eksternal lainnya tidak hanya melemahkan rupiah, melainkan mata uang negara maju serta negara berkembang.
Tercatat, mata uang Filipina dan India turun 4,34% dan 4,32% terhadap dollar AS di periode yang sama.
Baca: Rupiah Makin Tertekan dan Dekati Level Rp 14.000 per Dollar AS, Begini Tanggapan BI
Ekonom BCA David Sumual mengatakan, mata uang dunia memang mayoritas melemah. Namun, yang perlu diperhatikan adalah pelemahan rupiah masih di bawah 3%.
"Dari nominal, pelemahan memang keliahatannya besar, tetapi yang perlu ditekankan adalah persentase pelemahan dibanding negera lain yang mayoritas juga melemah Indonesia tidak di posisi terbawah," kata David, Kamis (26/4/2018).
David mengatakan, rupiah bergerak cenderung melemah bahkan hampir menyentuh level Rp 14.000 per dollar AS karena muncul ekspektasi The Fed menaikkan suku bunga lebih agresif dari perkiraan.
Baca: Isu Perang Dagang Membuat Nilai Tukar Rupiah Masih Tertekan
Hal ini pun tercermin dari pergerakan yield US Treasury yang cenderung naik dan kembali di level 2,9% per hari ini.
Putu Agus Pransuamitra, Analis PT Monex Investindo Futures memproyeksikan, jangka pendek atau sepekan ke depan, pergerakan rupiah masih akan dipengaruhi faktor eksternal.
Jumat (27/4/2018) AS akan merilis data advance GDP.
Putu mengatakan, jika data tersebut dirilis lebih rendah dari yang diproyeksikan, maka rupiah berpotensi menguat pada Senin (30/4/2018).
Baca: Setya Novanto Sebut Puan Maharani dan Pramono Anung Terima Uang E-KTP Senilai 500.000 Dollar AS
Putu memproyeksikan penguatan pun bisa berlanjut hingga Rabu (2/5/2018).
Namun, pekan depan juga akan ada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) tepatnya pada Kamis (3/5/2018).
"Dalam rapat tersebut akan jelas apakah benar ada peluang The Fed menaikkan suku bunga sebanyak empat kali di tahun ini atau tidak," kata Putu.
Jika benar akan terjadi kenaikan suku bunga The Fed oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve sebanyak empat kali, maka rupiah berpotensi melanjutkan pelemahan.
Baca: Nilai Tukar Rupiah Masih Loyo Terhadap Dolar AS, Begini Kata Analis
Sebaliknya, bila hasil rapat FOMC menyatakan hanya akan menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali maka rupiah berpotensi berbalik menguat.
Untuk jangka panjang dan dengan asumsi The Fed menaikkan suku bunga sebanyak empat kali, Putu memproyeksikan nilai tukar rupiah bisa melemah dan tembus di atas Rp 14.000 per dollar AS.
Sedangkan, bila hasil rapat The Fed memutuskan suku bunga hanya naik tiga kali, proyeksi nilai tukar rupiah di akhir tahun berada di Rp 13.600 per dollar AS-Rp 13.700 per dollar AS.
Tanpa mendapat serangan faktor eksternal seperti saat ini, menurut Putu, fundamental ekonomi Indonesia mampu membawa rupiah kembali menguat hingga akhir tahun.
Baca: Siti Aisyah Mengaku Dibayar 90 Dolar AS untuk Lakukan Adegan Penyerangan Kepada Kim Jong Nam
"Data pertumbuhan ekonomi akan dirilis 7 Mei mendatang, jika dirilis lebih tinggi dari perkiraan pemerintah, rupiah bisa menguat," kata Putu.
Apalagi dua pekan lalu, Indonesia mendapat kenaikan peringkat dari lembaga pemeringkat internasional Moody's.
"Saya rasa The Fed tidak akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak empat kali, kemungkinan tahun ini masih hanya akan naik tiga kali, terlebih saat kondisi saat ini masih spekulasi saja, belum terlihat ada data AS yang mendukung, itu yang menyebabkan rupiah bisa menguat dan target awal tahun saya tidak berubah di Rp 13.600-Rp13.700," kata Putu.(*)