SERAMBINEWS.COM, SIGLI - Selalu saja ada hal-hal tak terduga dalam kehidupan.
Terkadang, ada cerita tentang kehidupan anak manusia yang tidak serta merta diterima oleh logika.
Misalnya cerita tentang orang-orang miskin yang gemar bersedekah.
Meski semakin jarang ditemukan, tapi orang-orang seperti ini tetap saja ada di sebuah daerah, hanya saja jarang terekspos, karena berbagai alasan.
Seperti kisah nyata yang dilakoni oleh Nurmalawati (32), warga Gampong Teungoh Drien Gogo, Kecamatan Padang Tiji.
Dalam kesehariannya, Mala, begitu ibu muda ini disapa, adalah seorang relawan Sahabat Duafa Pidie Mengajar (SaDar Pidie), sebuah gerakan filantropi yang bermarkas di Kabupaten Pidie.
“Selama ini beliau sangat aktif membantu dan mendampingi duafa yang membutuhkan bantuan,” kata Ismail H Sabi, Ketua SaDar Pidie, kepada Serambinews.com, Minggu (6/5/2018).
(Baca: Ismail, SADaR Pidie, dan Kunjungan Warga Kanada)
(Baca: Ayo Bersedekah, Cukup Rp 150 Ribu Per Bulan Dapat 1 Anak Asuh)
“Beliau merasa sedih saat melihat para duafa dan anak-anak yang putus sekolah tidak terbantu. Nurmalawati berusaha untuk mencari dana dan melobi siapa saja yang mau membantu dan meringankan para duafa dan anak miskin,” tambah mantan aktivis 98 yang kerap disapa Ismail Von Sabi ini.
Ismail menceritakan, selama 2 tahun bergabung dengan SaDar Pidie, Numalwati aktif melakukan pendamping untuk anak asuh wilayah Padang Tiji.
“Mala relawan simpul Padang Tiji,” kata Ismail.
Selama dua tahun itu pula, Ismail dan rekan-rekan di SaDar Pidie tidak pernah tahu kehidupan Nurmala yang sebenarnya.
Mereka hanya tahu, Nurmalawati memiliki dua anak laki-laki, yaitu Rifqi (9) dan Dzaky (4). Suaminya merantau ke Pulau Jawa.
(Baca: Masjid Teureubue dan Gerakan Sedekah)
(Baca: Sains Menjelaskan Bagaimana Reaksi Kimia Pada Tubuh Manusia Saat Bersedekah)
(Baca: Kemenag Aceh Bedah Rumah Janda dari Infak dan Sedekah Pegawai)
Selebihnya, para relawan SaDar Pidie beranggapan, Nurmalawati adalah orang-orang yang seperti mereka, punya rumah layak, penghasilan yang cukup, dan yang paling penting mau berbagi untuk membantu sesama.
Hingga pada 30 April 2018, Hasna, relawan SaDar Pidie Simpul Titeue berkunjung ke rumah Nurmalawati di Gampong Teungoh Drien Gogo, Kecamatan Padang Tiji.
Betapa terkejutnya Hasna melihat kondisi rumah Nurmalawati yang kondisinya sama memprihatinkan dari rumah orang-orang yang selama ini dia bantu.
Rumah Nurmala berdinding triplek bekas dan tembus pandang, atapnya juga penuh lobang. Rumah itu pun tanpa sekat kamar.
Hasna pun bergegas mengambil foto dan mengirimkannya ke handphone sang ketua, Ismail H Sabi.
“Hasna sempat memarahi Mala, kenapa tidak pernah bercerita tentang kondisi rumahnya. Gadoh ka bantu gob, droe hana meupat eh,” kata Ismail menirukan kata-kata Hasna.
(Baca: Basmi Riba dengan Infak dan Sedekah)
(Baca: VIDEO - Warung Podjok Halal Milik Pengusaha Tionghoa Muslim, Seporsi Nasi Kuning Hanya Rp 3000)
Setelah berdikusi dengan teman-temannya, Ismail kemudian memutuskan menggalang dana melalui Facebook, untuk merehab atap rumah Nurmalawati yang terbuat dari daun rumbia.
Menyertai foto-foto kondisi rumah Nurmalawati, Ismail Von Sabi juga memoting cerita yang ditulis oleh Nurmalawati diberi judul “Istana Seribu Bintang”.
"Senja mulai datang menghampiri, pelan tapi pasti. Aku melihat awan hitam di langit menggelayut perlahan menutupi matahari yang berwarna jingga pertanda senja akan berakhir "hujan akan turun lagi malam ini" gumanku dalam hati.
Aku beranjak dari tempat duduk,yang terbuat dari bambu, memanggil si kecil yang berlarian di depan rumah agar masuk karena hari mulai gelap dan hujan pun mulai turun perlahan tapi pasti.
Seperti perkiraan ku hujan turun dengan lebatnya si kecil Dzaky berceloteh “bunda atapnya bocor basah semua bunda,” sambil menunjuk ke arah atap yang bocor.
“Gak apa apa Dzaky, ini bunda bawakan ember buat nampung air dari atap yang bocor.”
Rumah kami terbuat dari bambu dan beratapkan daun rumbia, mungkin karena sudah lima tahun sejak kami tempati atapnya belum bisa kami ganti, saat musim hujan seperti ini banyak atap yang bocor, dan ini sudah menjadi pemandangan yang biasa setiap hujan datang.
Bahkan kadang si kecil Dzaky sering berceloteh klu siang terik matahari nya "rumah kita ada bintangnya bunda" melihat ke atas sambil menunjuk cahaya yang masuk melewati atap yang bolong.
Namun ada kisah lain di balik semua ini, kisah kehidupan yang tidak diawali dari sebuah rumah mewah atau kehidupan yang mewah, tetapi kisah kehidupan yang diawali dengan kasih sayang dan kebahagian karena dalam gubuk yang kami Anggap rumah berjuta kebahagiaan dan kasih sayang yang selalu ada didalam rumah ini.Rumah ku adalah syurga ku..
Nurmalawati
Hanya butuh dua hari bagi Pidie Mengajar untuk mengumpulkan dana sebesar Rp 2 juta, sesuai kebutuhan merehab atap.
“Kami menghentikan penggalangan dana melalui Facebook, karena uang Rp 2 juta yang terkumpul sudah cukup untuk merehab atap agar tidak lagi bocor, serta membeli satu lemari plastik untuk menyimpan pakaian,” kata dia.
Pada Sabtu (5/5/2018), Pidie Mengajar kemudian memutuskan menutup kegiatan penggalangan dana melalui Facebook. Mereka pun memulai kegiatan merehab atap rumbia di rumah Nurmalawati dan membeli satu lemari plastik, seperti yang dijanjikan kepada donatur.
Untuk jangka panjang, lanjut Ismail, pihaknya akan mencoba mengajukan proposal rumah bantuan ke pemerintah atau melalui aspirasi anggota dewan.
“Besok saya ke Banda Aceh, mudah-mudahan ada pihak yang mau membantu membangun rumah relawan kemanusiaan ini,” kata pria ceking yang pernah mengecap bangku kuliah di Fakultas Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Aceh (Unmuha) ini.(*)