Opini
Basmi Riba dengan Infak dan Sedekah
PERKEMBANGAN riba semakin marak di pasar yang melibatkan rentenir, koperasi, dan perbankan
Oleh Muhammad Sahar
PERKEMBANGAN riba semakin marak di pasar yang melibatkan rentenir, koperasi, dan perbankan. Tiga pemilik modal ini mengambil keuntungan (riba) berbeda-beda mulai dari 6% hingga 20%. Rentenir dan koperasi mengambil keuntungan berkisar 20% dari modal yang diberikan kepada nasabah. Misalkan Rentenir memberikan modal kepada nasabah Rp 1.000.000, maka nasabah harus mengembalikan sebesar Rp 1.200.000.
Metode pengambilan keuntungan yang dipraktikkan oleh rentenir dan koperasi di pasar dikenal dengan istilah “11-12”. Sementara pihak perbankan mengambil keuntungan sebesar 6% dari jumlah modal yang diberikan kepada nasabah. Misalkan modal yang diberikan sebesar Rp 1.000.000, maka pihak nasabah harus mengembalikan sebesar Rp 1.060.000.
Sistem ribawi yang terjadi di pasar saat ini sangat sulit dihilangkan, hampir 90% pihak nasabah mengambil pinjaman dari rentenir, koperasi dan perbankan. Maraknya perkembangan riba di pasar bukan karena tidak adanya sistem syariah, tapi karena minimnya sistem pengelolaan infak dan sedekah sebagai modal usaha dari kalangan umat muslim.
Sistem ribawi tidak akan musnah di pasar, jika pengelolaan infak dan sedekah tidak hidup dari kalangan umat muslim. Allah Swt berfirman, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. al-Baqarah: 276).
Infak dan sedekah
Infaq (dalam ejaan Bahasa Indonesia ditulis; infak) berasal dari kata anfaqa, yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariat, infak mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk sesuatu kepentingan yang diperintahkan Islam.
Sementara pengertian shadaqah (dalam ejaan Bahasa Indonesia ditulis; sedekah) berasal dari kata shadaqa, yang berarti benar. Secara terminologi syariat, sedekah makna asalnya adalah tahqiqu syai’in bisyai’in (menetapkan/menerapkan sesuatu pada sesuatu).
Pengolaan dana infak dan sedekah sebagai modal usaha, tentunya bukan secara serta-merta diberikan tanpa ada pengawasan secara berkala, yang akhirnya akan menyebabkan kegagalan. Namun sistem pengelolaan dana infak dan sedekah harus tersusun dengan sistematis.
Ada beberapa tahapan dalam mengelola dana infak dan sedekah: Pertama, dalam pengelolaan infak dan sedekah sebagai modal usaha harus ada donatur tetap (infak wajib) dari kaum muslim. Bila sewaktu-waktu donatur tetap tidak mampu menginfakkan, maka diperbolehkan untuk keluar dari kelompok. Di samping itu, adanya donatur tidak tetap, yaitu donatur yang menginfakkan sedekahnya secara bebas tanpa terikat jumlah, waktu dan keadaan.
Kedua, adanya lembaga dan pengelola. Seyogyanya keberadaan lembaga penting dalam mendirikan sebuah badan usaha di bidang jasa keuangan. Dengan adanya lembaga tersebut, maka dana infak dan sedekah akan lebih teratur sistem pengelolaannya. Selain itu, diperlukan pengelola modal dana infak dan sedekah. Mereka memiliki karakter yang dapat dipercaya secara penuh kejujuran dan komitmennya.
Ketiga, adanya pedagang dan rekomender pedangang. Pedangang yang diberikan modal adalah pedagang yang sudah lama berdagang serta memiliki tempat dagangan (lapak) secara tetap. Mereka juga diberikan pengajian tentang Fiqh Muamalah setiap minggu.
Rekomender pedagang yaitu orang yang merekomendasi pedagang yang berhak diberikan modal usaha. Rekomender direkrut dari pedagang yang sudah lama berdagang serta mengetahui karakter dari seluruh pedagang di pasar.
Keempat, adanya SOP pengelolaan dana infak dan sedekah. Eksistensi SOP sangat penting dalam sebuah lembaga keuangan. Dengan adanya SOP ini bisa mengantisipasi berbagai situasi yang mungkin terjadi dalam mengelola dana infak dan sedekah.
Mulai dari pasar
Pasar merupakan tempat awal mulanya terjadi transaksi jual beli, sebelum sampai kepada konsumen dan padagang berikutnya. Seluruh kebutuhan sehari-hari dimuat di pasar, seperti sayur-sayuran, ikan, daging dan barang-barang lain. Kebutuhan tersebut dibeli oleh konsumen dan pedangang warung nasi, grosir, warung jus dan lain-lain.
Di pasar pula rentinir, koperasi dan perbankan banyak mencari nasabah yang membutuhkan modal usaha, sehingga pasar menjadi tempat berjamurnya riba. Sebanyak 90% pedagang di pasar terindikasi riba, sehingga konsumen juga terkena imbas dari transaksi riba tersebut. Maka dari itu, tahap awal membasmi riba dimulai dari pasar dengan menggunakan dana infak dan sedekah.