Saat Tribunjateng.com mengunjungi gubuk yang ditinggali Wiwit bersama keluarganya, ia menerangkan sangat ingin bermain bersama teman-teman lainya dan segera ingin pindah.
Baca: Kisah Dukun AS: Demi Ilmu Sakti, Suradji Bunuh 42 Wanita di Kebun Tebu
Baca: Personel Polisi Ditusuk di Aceh Utara, Terdengar Suara Tembakan, Senjata Hilang
"Sangat ingin main bersama teman-teman dan ingin pindah," ujar Wiwit terbata-bata.
Wiwit dan sang adik sedikit susah untuk berkomunikasi dikarenakan jarang bertemu dan berbincang dengan orang lain.
Seolah ingin mengungkapkan sesuatu, sorot mata gadis 16 tahun itu terus tertuju pada orang asing yang mendatangi tempat tinggalnya.
Sembari duduk di sebelah sang adik, ia mengungkapkan pernah merasakan bangku sekolah, namun hal tersebut dituturkan Wiwit sudah lama.
Baca: VIDEO - Ular Piton Raksasa Ditemukan Dengan Perut Kembung, Begitu Dibelah Ternyata Ini di Dalamnya
Baca: Viral! Anak-anak Lepas Sandal Saking Senang Jalan Daerahnya Telah Diaspal
"Dulu saya pernah sekolah tapi sampai kelas satu," katanya dengan suara lirih.
Sementara itu Dasirin menerangkan, terpaksa mengajak anak dan istrinya tinggal jauh dari pemukiman karena tak punya tempat tinggal.
"Mau bagaimana lagi kami tidak punya apa-apa, untuk menyambung hidup saja kami harus banting tulang naik turun bukit menjadi buruh tani, dan merawat ternak berupa kerbau milik orang," imbuhnya.
Dasirin sendiri sudah satu tahun tinggal di puncak Bukit Mengger, dan keluarganya ia ajak kurang lebih empat bulan lalu.
Baca: Petugas Bandara SIM Gagalkan Penyelundupan Narkoba 600 Gram, Ini Janji Imbalan Uang Untuk Kurir
Baca: Mengerikan! Ketika Ular Sanca Bertarung dengan King Kobra, Keduanya Berakhir Tragis
"Kedua anak saya tak pernah mengeluh, mereka tau kondisi keluarga. Walaupun demikian kadang saya sangat sedih melihat kondisi kedua anak saya," tambahnya.
Mata lelaki paruh baya itu berkaca-kaca kala menceritakan kehidupan keluarganya yang tinggal menyendiri di atas bukit.
"Ketika malam dan istri saya sering menangis melihat kondisi anak-anak, karena kedua anak kami punya keterbatasan ditambah ekonomi kami seperti ini. Kadang Wiwit dan Vivi mengatakan kepada saya ingin jadi orang pintar dan ingin belajar terus menerus. Tapi apa daya kami keadaan ini memaksa kami hidup di kondisi seperti ini," kata Dasirin.
Baca: Ada Bom Waktu di Bawah Samudra Arktik yang Dikhawatirkan Para Ilmuwan
Baca: Gudang Milik ISIS Penuh Senjata Buatan Israel, Ditemukan Oleh Tentara Suriah
Guna mencukupi kebutuhan sehari-hari, tak jarang Dasirin memanfaatkan buah-buahan dan umbi yang ada di sekitar hutan.
"Adanya umbi ya kami makan, beruntung kalau ada buah. Hanya itu yang bisa kami berikan ke anak-anak. Beberapa waktu lalu saya juga salah memakan umbi hingga keracunan, kadang binatang hutan juga masuk ke gubuk kami saat anak-anak tinggal sendiri di gubuk. Kami tak bisa berharap apa-apa dan hanya bisa bertahan," timpalnya.(Tribun Jateng/TribunBudi Susanto)