Harga Komoditi Ekspor Abdya tak Meningkat, Padahal Nilai Tukar Dollar AS Terus Menguat

Penulis: Zainun Yusuf
Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Agen pengumpul sedang memuat Tandan Buah Segar (TBS) sawit ke dalam truk di Jalan 30, Kecamatan Babahrot, Kabupaten Abdya, belum lama ini. Harga TBS sawit di Kecamatan Babahrot dan Kuala Batee, Kabupaten Abdya anjlok hanya berkisar Rp 900 sampai Rp 930 per kg sampai posisi Selasa (29/5/2018).

Laporan Zainun Yusuf | Aceh Barat Daya

SERAMBINEWS.COM, BLANGPIDIE - Produksi TBS (tandan buah segar) kelapa sawit, minyak pala dan nilam merupakan komoditi ekspor dan menjadi andalan sebagian masyarakat Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya).

Sayangnya, tingkat harga bahan kebutuhan ekspor tersebut sering mengalami naik turun (fluktuasi) sehingga belum memberi manfaat lebih terhadap para petani setempat.

Ketika menguat nilai tukar dollar AS terhadap rupiah seperti terjadi  akhir-akhir ini, semestinya harga TBS sawit, minyak pala dan nilam juga meningkat.

Baca: Impor Capai 87,8 Juta Dollar AS, Pemerintah Bakal Naikkan Bea Masuk Mobil Mewah Hingga 190 Persen

Kenyataannya, tidak demikian, malah tingkat harga justru terpuruk dan belum ada tanda-tanda akan bangkit.          

Hasil pantauan Serambinews.com sampai Kamis (6/9/2018), harga TBS kelapa sawit anjlok ke titik terendah sejak lima bulan lalu.

Harga TBS sawit di tingkat petani Abdya terpuruk pada kisaran harga Rp 730 sampai Rp 750 per kilogram.

Padahal April 2018 lalu harganya mencapai Rp 1.320 per kg dan harga TBS sawit di pabrik menembus Rp 1.500 sampai Rp 1.600 per kg.

“Harga TBS sawit yang ditampung pengusaha PKS (pabrik kelapa sawit) di kawasan Kabupaten Nagan Raya sekitar Rp 900 per kg. Harga beli di tingkat petani sekitar Rp 750 per kg, belum ada tanda-tanda harga akan membaik,” kata Armansyah, salah seorang agen pengepul di Kecamatan Babahrot ketika dihubungi Serambinews.com, Kamis (6/9/2018).

Baca: Rupiah Makin Melemah, Para Ekonom Sebut Pemerintah Salah jika Anggap Kondisi Ini Aman

Peristiwa terpuruk harga TBS kelapa sawit dijelaskan berlangsung selama lima bulan terakhir atau sejak akhir April lalu.

Dampak buruk terhadap petani mulai dirasakan. Seperti sebagian petani sawit mulai kelawahan merawat areal perkebunan, termasuk kurang mampu membayar ansuran kredit atau pinjaman pada bank.  

Penyebabnya, pendapatan dari harga TBS kurang mampu menutupi biaya perawatan, termasuk ongkos panen.

Beberapa petani di Kecamatan Babahrot dan Kuala Batee dilaporkan mulai memikirkan untuk menjual areal kebun sawit yang sebelumnya diusahakan dengan susah payah seluas satu atau dua hektare (ha).

Bila harga TBS tidak kunjung membaik, maka banyak areal kebun sawit menjadi tidak terurus.

Peristiwa menguat nilai dollas AS terhadap rupiah juga tidak diikuti meningkatkan harga minyak pala dan nilam di Kabupaten Abdya.  

Baca: Penyebab tak Semua Atlet Berprestasi Asian Games Bisa Lolos Jadi PNS, Ini Formasi Khusus yang Dibuka

Halaman
12

Berita Terkini