Oleh Darwis A. Soelaiman
MASIH adakah dana abadi pendidikan Aceh? Dan, bagaimana nasib Qanun Aceh tentang Dana Abadi Pendidikan? Pertanyaan pertama muncul karena sayup-sayup masih terdengar pendapat bahwa dana itu masih ada dan belum pernah dipergunakan, besarnya tidak jelas mungkin masih miliaran dan mungkin sudah triliunan. Pertanyaan kedua, karena tidak jelas bagi masyarakat; apakah sudah disahkan Qanun Aceh tentang Dana Abadi Pendidikan.
Seperti diketahui, Rancangan Qanun (Raqan) Dana Abadi Pendidikan Aceh itu sudah dua kali dibahas oleh DPRA dalam waktu yang relatif jauh berbeda, yaitu sekitar 2007 dan 2012 lalu. Pada 2007 Raqan Aceh tentang Dana Abadi Pendidikan telah dipersiapkan dan telah diumumkan melalui media (Serambi, 14 April 2007), untuk uji publik, tetapi belum berhasil ditetapkan menjadi qanun. Kemudian pada 2012, Raqan Dana Abadi Pendidikan dibahas kembali oleh DPRA. Nasibnya juga sama, tidak jelas bagi masyarakat.
Seingat saya, perlunya Dana Abadi membangun Pendidikan Aceh sudah dibahas sejak 2004 pada masa Gubernur Abdullah Puteh dan pada masa itu sudah dialokasikan anggaran untuk Dana Abadi Pendidikan sebesar 10% setahun dari APBD yang disimpan dalam beberapa rekening pada Bank Pembangunan Daerah (sekarang; Bank Aceh). Pada 2006, masa Pj Gubernur Aceh Mustafa Abubakar sudah disusun Raqan Aceh tentang Dana Abadi Pendidikan tersebut, yang seperti disebutkan di atas sampai akhir 2007 belum dapat dijadikan qanun, yang seyogianya akan ditandatangani oleh Gubernur Irwandi Yusuf. Sementara itu, kebutuhan untuk memberikan beasiswa dengan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh pada waktu itu sudah sangat mendesak.
Satu ketentuan dalam Raqan itu (Bab V Pasal 7-11) ialah bahwa Dana Abadi Pendidikan akan dikelola oleh sebuah badan pengelola. Entah karena kurang yakin akan kemampuan badan pengelola tersebut --kalau memang badan itu dibentuk setelah raqan itu disahkan-- namun kenyataannya pada 2008 Gubernur Irwandi Yusuf mengeluarkan SK tentang Pembentukan Komisi Beasiswa. Dan, selanjutnya pada 2013, Gubernur Zaini Abdullah mengeluarkan SK tentang Pembentukan Badan Pengelola Sumber Daya Manusia (BPSDM), guna mengelola dana untuk beasiswa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA).
Banyak masalah
Keadaan demikian berlangsung sampai sekarang, sekalipun sering terdengar banyak masalah yang dihadapi, antara lain karena dana APBA harus dipertanggungjawabkan setiap tahun, sementara tahun akademik tidak sama dengan tahun anggaran. Pengelolaan beasiswa dari dana APBA sudah tentu berbeda dengan pengelolaan beasiswa dari Dana Abadi Pendidikan (Endowment Education Fund).
Yang dimaksud dengan Dana Abadi Pendidikan Aceh adalah dana yang bersifat abadi (lestari) yang diperoleh dari berbagai sumber yang sah (termasuk 10% dari APBA untuk pendidikan), yang disisihkan untuk pembangunan SDM Aceh (termasuk untuk beasiswa). Karena bersifat abadi, maka dana tersebut harus terus berkembang dan tidak pernah akan habis dipergunakan, guna menjamin pemberian beasiswa dan pembangunan pendidikan Aceh yang berkelanjutan.
Untuk itu, Dana Abadi Pendidikan tentu harus dikelola dengan baik oleh sebuah badan pengelola yang kredibel dan profesional. Sekalipun dipandang perlu, namun sudah 12 tahun lamanya Qanun Dana Abadi Pendidikan Aceh itu (baik landasan hukumnya maupun badan pengelolanya) belum menjadi kenyataan.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sekarang ini telah memiliki dua macam dana abadi, yaitu Dana Abadi Pendidikan dan Dana Abadi Kebudayaan. Dana Abadi Pendidikan dengan aset sebesar Rp 46 triliun, sudah dimulai tahun 2012 yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) (Kompas, 3/4/2018). Ini berarti bahwa ide mengenai perlunya Dana Abadi Pendidikan sudah lebih dulu muncul di Aceh 9 tahun sebelumnya, yang ketika Tim DPRA untuk Qanun Dana Abadi Pendidikan Aceh berkonsultasi dengan Departemen Keuangan pada akhir 2012. Kemudian, disarankan oleh pihak Departemen Keuangan untuk merujuk kepada Konsep Dana Abadi Pendidikan yang sedang dikembangkan oleh Depdiknas pada waktu itu.
Adapun mengenai Dana Abadi Kebudayaan idenya muncul dalam Kongres Kebudayaan Nasional yang berlangsung di Jakarta pada 5-9 Desember 2018. Hal itu telah disetujui oleh Presiden setelah bertemu dan berdialog dengan sekitar 50 orang seniman/budayawan pada 11 Desember 2018, di mana pemerintah sudah setuju menyediakan dana sebesar Rp 5 triliun untuk lima tahun pertama sejak 2019 (Kompas, 12/12/18).
Dana tersebut akan digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan kebudayaan yang proposalnya diajukan oleh masyarakat. Lembaga pengelolanya akan segera dibentuk, yaitu berupa Badan Layanan Umum (BLU) di bawah koordinasi Kemdikbud, yang manajemennya melibatkan juga para ahli di luar birokrasi, termasuk dari dunia seni budaya. Kebijakan Kemdikbud tersebut, saya kira adalah sangat menjanjikan untuk lebih majunya perkembangan berkelanjutan di bidang pendidikan dan kebudayaan yang berbasis masyarakat pada masa-masa yang akan datang.
Seperti dimaklumi bahwa kesempatan mengenyam pendidikan tinggi masih menjadi hal yang istimewa bagi masyarakat Indonesia. Karena itu, adanya beasiswa yang membuka kesempatan bagi lebih banyak orang mengenyam pendidikan tinggi, tentu akan sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dibandingkan dengan keadaan sekitar 15 tahun lalu, sekarang ini relatif sudah lebih banyak sumber atau lembaga yang menyediakan beasiswa, sehingga sudah jauh lebih banyak siswa dan mahasiswa yang memiliki akses untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi.
Program beasiswa
Pemerintah Aceh sendiri sejak 2004 sudah membuka kesempatan bagi ribuan anak Aceh melalui program beasiswa untuk mengenyam pendidikan tinggi dalam berbagai strata. Program beasiswa Bidikmisi yang juga bersumber dari Dana Abadi Pendidikan Kemdikbud, sudah sangat membantu puluhan ribu mahasiswa untuk meningkatkan pendidikannya. Karena pendidikan itu mahal dan tidak pernah berhenti dalam kehidupan, maka diperlukan biaya yang banyak dan ketersediannya yang berkelanjutan. Adanya dana abadi untuk itu adalah satu pendekatan yang diperlukan.
Lembaga pendidikan tinggi, baik di dalam maupun di luar negeri, telah banyak yang mengelola Dana Abadi Pendidikan, karena hal itu dipandang sangat berguna dalam upaya mengembangkan sumber daya manusia di lembaganya secara bermutu dan berkelanjutan, terutama untuk keperluan beasiswa.
Tatkala ide Dana Abadi Pendidikan Aceh mulai dikembangkan pada 2004, Tim penyusun konsep Dana Abadi tersebut, antara lain Anas M Adam, Islahuddin, dan Nazamuddin telah berusaha mencari berbagai sumber rujukan dari berbagai universitas di dalam dan luar negeri, baik universitas negeri maupun swasta. Sejumlah universitas negeri di Indonesia, antara lain Universitas Indonesia (UI), mengembangkan sistem Dana Abadi untuk pembiayaan pendidikan. Satu universitas swasta di Indonesia yang menaruh perhatian besar kepada penyediaan beasiswa melalui Dana Abadi Pendidikan ialah Universitas Pelita Harapan, yang dananya diperoleh melalui kerjasama dengan berbagai lembaga.