Opini

Menyoal Tes Narkoba bagi Calon Pengantin

Editor: hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

Oleh Agustin Hanafi

SEBAGAIMANA diberitakan, Pemerintah Aceh melalui Dinas Syariat Islam telah mengusulkan Rancangan Qanun (Raqan) Hukum Keluarga, yang dalam satu pasalnya berbunyi, “Para calon pengantin (Catin) yang akan melangsungkan pernikahan diwajibkan tes narkoba” (Serambi, 27/2/2018). Raqan yang mendapat dukungan dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh itu, kini telah masuk dalam Program Legislasi Aceh (Prolega) DPRA 2019.

Raqan ini hadir akibat keprihatinan berbagai pihak, di mana pengguna narkoba di Aceh meningkat tajam. Berdasarkan data BNNP Aceh dalam rentang waktu tahun 2017-2018, pecandu narkoba di Aceh sebanyak 73.201 orang, umumnya generasi muda berusia 15-30 tahun, dan baru 916 orang yang telah direhabilitasi oleh BNNP. Maka tidak berlebihan rasanya, jika Aceh darurat narkoba. Raqan ini sebagai satu upaya pemerintah untuk menekan angka pengguna narkoba di Aceh.

Kesiapan menikah
Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, dan semua menginginkan menyatu dengan pasangannya agar dapat melanjutkan keturunannya di muka bumi ini. Dalam Islam, menyalurkan naluri biologis bukanlah sesuatu yang kotor dan hina, karena merupakan sunnatullah, akan tetapi harus melalui ikatan pernikahan yang sah, yaitu adanya ijab-qabul, saksi, wali, dicatatkan dan diumumkan ke khalayak luas agar tidak menimbulkan fitnah dan kecurigaan yang dapat mengganggu kenyamanan.

Pernikahan bukan ikatan biasa, tetapi ikatan sakral nan agung yang harus dijaga dan dilestarikan sepanjang hayat. Menikah juga tidak mesti pada bulan dan hari tertentu dengan harapan agar membawa keberuntungan sebagaimana diyakini oleh sebagian orang, semua hari dan bulan Allah itu baik dan istimewa, tergantung kelapangan dan kesiapan kita kapan dirasa tepat. Dalam pelaksanaannya juga tidak mesti di tempat tertentu seperti rumah ibadah, tetapi di mana saja yang kira-kira lapang dan memudahkan sanak keluarga untuk berkumpul dan bersilaturahim.

Melalui pernikahan, suasana batin seseorang dapat menjadi nyaman dan tenang, karena terpenuhinya naluri dan hasrat biologisnya sebagai manusia. Namun harus digarisbawahi bahwa tujuan pernikahan bukan hanya untuk melampiaskan nafsu biologis semata, yang apabila hasratnya telah terpenuhi lalu penikahan bisa bubar begitu saja, laksana hewan yang seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Menikah merupakan ibadah mulia dan satu sunnah Rasulullah yang berakibat pada halalnya hubungan suami-isteri dan lahirnya hak dan kewajiban antara mereka. Suami berkewajiban memberikan nafkah, mengayomi dan melindungi isterinya, begitu juga sebaliknya, isteri berkewajiban untuk patuh dan taat kepada suaminya.

Dengan adanya ikatan pernikahan, pasangan suami-isteri akan memiliki tanggung jawab yang besar. Untuk itu jauh sebelumnya telah memiliki kesiapan fisik dan mental yang matang, sehingga siap menghadapi berbagai problem dan dapat segera menyesuaikan diri dengan karakter pasangan yang mungkin berbeda budaya, adat istiadat, latar belakang keluarga dan lainnya.

Hukum menikah, dalam Islam, adakalanya masuk pada kategori wajib, yaitu jika telah mampu lahir batin dan khawatir akan terjerumus kepada perbuatan zina. Namun sebaliknya, menjadi haram jika akan menimbulkan mudarat bagi dirinya dan pasangan. Untuk itu, melaksanakannya bukan masalah cepat atau lambat, seperti hanya lantaran kurang nyaman dengan pertanyaan teman, kolega, kerabat dan keluarga, lalu terburu-buru menikah tanpa persiapan, sehingga rentan terjadi masalah di kemudian hari dan tidak siap menghadapi kenyataan, sehingga mengambil jalan pintas yang dapat merugikan diri sendiri dan pasangan.

Maka Islam menyarankan agar sebelum mengikrarkan ijab-kabul, dianjurkan untuk mengenal (ta’arruf) calon pasangan terlebih dulu, agar tidak ada kesan membeli kucing dalam karung. Ta’arruf sungguh berbeda dengan pacaran sebagaimana dipahami anak muda di zaman now. Ta’arruf sifatnya elegan dan bermartabat, yaitu menyampaikan maksud hati secara langsung kepada keluarga calon pasangan, atau mengutus seorang keluarga untuk menyampaikan maksud dan tujuannya. Sekiranya pun ditolak secara halus, maka tidak akan menimbulkan permusuhan.

Mengingat tujuan menikah begitu luhur dan mulia, bukan untuk kepentingan sesaat seperti iseng dan ajang coba-coba. Sebaliknya, diharapkan abadi hingga maut yang memisahkan, maka sebelum menerima lamaran sang pujaan hati, lakukan shalat Istikharah, memohon petunjuk kepada Allah agar jodoh yang diberikan yang saleh sesuai harapan dan impian, karena perangai buruk yang dimiliki pasangan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup berumah tangga. Pastikan juga bahwa calon pasangan yang taat beragama, santun dan hormat kepada orang tua dan sesama tidak terlibat dalam praktek kemungkaran seperti pecandu narkoba dan lainnya sehingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak akan terjadi.

Perlunya tes narkoba
Narkoba merupakan zat adiktif yang memiliki efek ketagihan atau candu. Ia juga memiliki dampak buruk yang cukup besar terhadap fisik, psikologis, sosial dan ekonomi. Dampak buruk bagi fisik berupa gangguan pada saraf, kejang-kejang, halusinasi dan gangguan kesadaran bahkan kematian. Sekitar 5 juta pengguna narkoba, 40-50 orang meninggal setiap harinya. Dampak buruk bagi psikologis; tidak normalnya kemampuan berpikir, kecemasan, dan ketergantungan obat. Sedangkan dampak buruk dalam hal sosial ekonomi; perilaku yang merugikan masyarakat baik hukum, ekonomi, kesehatan maupun sosial.

Di Aceh, satu faktor penyebab utama meningkatnya angka perceraian adalah kekerasan dalam rumah tangga yang ditengarai karena pasangannya seorang pecandu narkoba. Perjalanan rumah tangga pun kerap bermasalah, dari percekcokan mulut hingga terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sehingga nyaris tidak merasakan keharmonisan, bahkan berujung perceraian.

Seseorang yang memiliki ketergantungan terhadap zat adiktif jenis apa pun, akan memberi dampak yang merugikan baik bagi dirinya maupun lingkungan sekitarnya. Proses penyesuaian pada pasangan pecandu narkoba berlangsung lebih lama karena selalu dalam kondisi fly, tidak dapat membedakan mana yang nyata dan bukan. Belum lagi soal ekonomi, jika suami atau istri pecandu, maka bisa jadi uang yang ada akan cepat habis dipakai untuk membeli narkoba, tentu saja keadaan ekonomi keluarga baru itu akan berdampak dan bermasalah.

Jika dua penyesuaian ini saja bermasalah, maka keduanya akan memberi pengaruh buruk terhadap perjalanan rumah tangga selanjutnya karena narkoba sumber segala masalah. Namun, tidak dapat dipungkiri jika suami atau istri berlapang dada menerima calon pendamping hidupnya adalah seorang pecandu narkoba, dengan niat mendampingi melewati kondisi tersulitnya, itu sah-sah saja. Ini tentu harus melalui perjanjian dan tekad kuat keduanya, karena untuk bisa lepas dari ketergantungan narkoba membutuhkan usaha yang tidak sedikit dan butuh konsistensi yang tinggi.

Untuk itu, jika tes narkoba bagi catin dinilai sebuah kebutuhan mendesak maka patut diapresiasi. Namun dalam pelaksanaannya, hendaknya tidak terkait kepada ranah hukum. Misal, sekiranya hasil tes menunjukkan positif sebagai pengguna narkoba, maka otoritas tertentu bukan berarti secara serta-merta langsung menahan atau menghalanginya untuk menikah. Karena antara menikah dengan narkoba adalah dua persoalan yang berbeda.

Halaman
12

Berita Terkini