Penjelasan Pengamat Soal Mengapa Wanita Kerap Dijadikan Alat Dalam Aksi Bom Bunuh Diri

Editor: Fatimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Polisi mengamankan pelaku teror bom di Sibolga, Selasa (12/3/2019)

"Itu pesan tersirat untuk perempuan dan laki-laki, 'Apa iya nggak ada laki-laki yang bermain? Enggak malu anthum sama perempuan? Perempuan sudah bermain," ujar Sofyan Tsauri yang juga merupakan bekas narapidana terorisme, kepada BBC News Indonesia, Kamis (14/03).

"Jadi kasus ini akan memicu perempuan-perempuan beraksi, akan berlanjut," sambungnya.

Dari pengamatannya, peran perempuan yang berafiliasi dengan kelompok ISIS sangat dominan. Bahkan dalam beberapa kasus yang ia temui, perempuan atau istri bisa mendorong suaminya agar melakukan 'amaliyah' ke Suriah.

Baca: Murid SD dan SMP Cendekia Belajar Budidaya Hidroponik

"Dalam kelompok radikal seperti ISIS, perempuan begitu dominan, betul-betul mempunyai semangat yang tinggi daripada laki-lakinya," jelasnya.

"Karena beberapa kali kita lihat kasus terorisme, justru perempuan yang menawarkan."

Lebih jauh ia mengatakan, mayoritas para terduga teroris perempuan terdoktrin oleh pasangannya dan jika sudah terpapar pemahaman radikalisme sulit untuk diredam. Itu mengapa, Sofyan mengaku tak kaget dengan aksi Solimah yang memilih meledakkan diri ketimbang mengikuti bujukan suaminya agar menyerah.

"Sekalinya terdoktrin sulit lepasnya. Maka apapun, siapapun sampai suami tidak bisa memediasi, tidak akan diterima. Mereka memilih mati daripada menyerahkan diri."

Untuk itu, ia menyarankan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar merancang strategi khusus untuk menderadikalisasi pelaku teror perempuan. Sebab selama ini objek deradikalisasi lebih menyasar laki-laki.

"Karena kalau perempuan sudah didoktrin, sangat kuat apalagi ini masalah keyakinan. Jadi nggak kalah strong," ujarnya.

Setidaknya sejak 2016 lalu fenomena pelibatan perempuan dalam aksi terorisme terbaca pada penangkapan Dian Yulia Novi dan Ika Puspitasari. Keduanya adalah mantan buruh migran di luar negeri dan diduga berafilisasi dengan ISIS.

Dalam pemeriksaan di Polisi, Dian disebut akan menjadi pembom bunuh diri di sekitar Istana Negara, sedangkan Ika akan melakukan aksi bom bunuh diri di Bali.

Adapun tahun lalu, Dita Oepriarto dan Puji Kuswati menjadi pasangan suami istri bom bunuh diri pertama di Indonesia. Dita mengajak istri dan anak-anaknya meledakkan bom di gereja di Surabaya, Jawa Timur. Disusul keluarga Anton Ferdiantono di Rusun Wonocolo, Sidoarjo.

Baca: Barsela Tertinggi Karhutla

"Ke depan program-program deradikalisasi harus satu paket dengan melibatkan perempuan, istri-istrinya. Karena mereka teradikalisasi sama-sama, keluar juga sama-sama," tukasnya.

Kontra-radikalisme kepada kelompok perempuan

Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris, mengatakan sejak Februari lalu pihaknya telah membentuk kelompok kerja yang melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga untuk melakukan kontra-radikalisme ke kelompok perkumpulan perempuan.

Halaman
123

Berita Terkini