Penjelasan Pengamat Soal Mengapa Wanita Kerap Dijadikan Alat Dalam Aksi Bom Bunuh Diri

Editor: Fatimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Polisi mengamankan pelaku teror bom di Sibolga, Selasa (12/3/2019)

Lembaga pemerintah yang digandeng itu meliputi Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

"Intinya mengajak masyarakat agar aware terhadap terorisme," ujar Irfan Idris kepada BBC News Indonesia.

Baca: Kasus Pelayanan Publik Bisa Dilapor Via Online

Kontra-radikalisme itu, kata Irfan, akan difokuskan di empat lokasi yakni Medan, DKI Jakarta, dan Banten, Jawa Barat. Dari situ, anggota kelompok kerja akan memantau ada atau tidaknya gejala aksi terorisme.

"Jadi bagaimana mengajak mereka memahami bahaya radikalisme dan gejala-gejala yang ditimbulkan," ujarnya.

Dalam pengamatannya, perempuan atau istri yang terpapar radikalisme akan lebih kuat keyakinannya ketimbang laki-laki. Sebab pelaku teror perempuan menggunakan emosional daripada rasionalnya.

"Kekuatan emosional itu sangat berakar ketimbang dirasionalkan. Kalau pakai hati, emosional, yang bermain, buktinya sudah banyak seperti di Surabaya itu. Suami dan anak-anak, ikut juga akhirnya," jelasnya.

Karena itu, kata Irfan, tidak mudah menderadikalisasi pelaku teror perempuan.

"Mereka menjadi radikal pun tidak singkat, butuh proses panjang. Makanya kita ubah keyakinannya bagaimana membaca sejarah atau konsep Islam yang komprehensif supaya jangan tunggal."

"Pelan-pelan didekati, beri pemahaman bahwa kita semua di Indonesia bergama, ingin damai, aman. Jadi saya kira itu yang kita ajak."

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Setelah Surabaya dan Sidoarjo, Wanita Jadi Pembom Bunuh Diri di Sibolga, Mengapa Wanita Dikorbankan?

Editor: Hasanudin Aco

Berita Terkini