Salah satu tiang penegak kehormatan negara adalah menjamin keadilan di dalam teritorial wilayah kedaulatannya. Perangkat hukum pidana per se mengandung misi berupa strategi menanggulangi kejahatan. Hukum yang tidak adil akan kehilangan kewibawaan moralnya di dalam masyarakat.
Baca: Jadwal Final Leg 2 Piala Presiden 2019 - Persebaya Surabaya Vs Arema FC
Adanya kasus-kasus perkara pidana yang melukai rasa keadilan dan mengusik akal sehat (common sense) masyarakat, seperti kasus pencurian baju jemuran oleh pemulung yang lapar dan lain sejenisnya, menuntut pemikiran kritis terhadap bekerjanya sistem peradilan pidana di negara kita dewasa ini.
Termasuk, mekanisme administrasi keadilan apakah telah dapat memberikan lorong keadilan bagi semua golongan rakyat dan segala lapisan masyarakat.
Ideologi hukum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dibuat tahun l981 banyak melindungi hak-hak tersangka atau terdakwa para pelaku kejahatan, tetapi kurang mengadopsi hak-hak korban, sehingga penerapan hukum pidana sering menimbulkan beberapa reaksi sosial berupa tuntutan keadilan.
Baca: DPO Enam Tahun Ditangkap
Perkara pertengkaran sesama anak di bawah umur, apakah tidak terlalu mahal biaya sosialnya jika harus diproses seperti perkara pidana biasa memakai prosedur yang reguler yang berlaku dalam KUHAP. Juga pertimbangan kemanfaatan bagi pelaku dan korban serta masa depannya.
Banyak kasus perkara pidana kecil yang sebenarnya dapat diproses dengan asas peradilan yang cepat, biaya ringan, dan sederhana. Misalnya, orang yang mencuri pisang karena lapar, dan pemilik pisang dapat memaafkan, maka konsekuensi etisnya tidak perlu diputus di pengadilan, tetapi diselesaikan melalui mediasi penal.
Baca: Warga Beutong Ateuh Kepung Camp
Persoalan yang dihadapi penegakan hukum di negara kita adalah belum adanya wadah hukum penyelesaian perkara pidana melalui mediasi. Doktrin hukum yang masih berlaku adalah perkara pidana tak bisa dimediasi.
Proses peradilan pidana merupakan laboratorium akal sehat karena menguji kebenaran fakta hukum dengan kacamata hukum dan hati nurani untuk menghasilkan kebenaran dan keadilan bagi pelaku dan korban.
Pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI yang akan memberi perhatian pada penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme lembaga restorative justice (Kompas, 19 Maret 2011) merupakan upaya yang perlu direspons secara positif oleh seluruh elemen penegak hukum dan pencinta keadilan.
Baca: 4.000 KK Terima Bantuan Bedah Rumah
Restorative justice atau proses peradilan yang memulihkan akan dapat mengurangi beban sosial-ekonomis negara dan energi penegak hukum dalam memberikan keadilan bagi masyarakat. Untuk itu, keberadaan lembaga restorative justice prosedurnya perlu dimasukkan dalam sistem peradilan pidana.
Prasyarat ”restorative justice”
Dalam Pasal 9 Konvensi PBB tentang Keadilan Restorative Justice telah diupayakan diterapkan di sejumlah negara di dunia, seperti di Inggris, Austria, Finlandia, Jerman, AS, Kanada, Australia, Afrika Selatan, Gambia, Jamaika, dan Kolombia.
Pada umumnya prinsip dasar restorative justice yang lewat mediasi menentukan beberapa prasyarat terjadinya restorative justice, misalnya kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan seksual, yaitu (1) korban kejahatan harus menyetujui, (2) kekerasan harus dihentikan, (3) pelaku kejahatan harus mengambil tanggung jawab, (4) hanya pelaku kejahatan yang harus dipersalahkan bukan pada korban, (5) proses mediasi hanya dapat berlangsung dengan persetujuan korban.
Baca: Motor Honda Mogok, Hubungi 08126000055
Dari prasyarat mediasi penal tersebut terlihat bahwa martabat kemanusiaan korban kejahatan harus menjadi prioritas. Mediasi penal melibatkan proses spiritual untuk memulihkan dan membangkitkan rasa percaya diri korban. Urgensi dari mediasi penal menuju restorative justice merupakan upaya mencapai proses penyelesaian perkara yang berkualifikasi win-win solution.
Dari standar umum restorative justice tersebut, terhadap kejahatan korupsi tidak mungkin dilakukan mediasi penal karena korban kejahatan korupsi menyebar dalam kehidupan rakyat banyak yang hak sosial ekonominya dirampas oleh koruptor.
Baca: Aceh Tengah Minta Penambahan APL