Identitas Aceh, Masih Adakah? Begini Paparan Ustaz Masrul Aidi, Tarmizi A Hamid, dan TA Sakti
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Tiga tokoh dari latar belakang berbeda tampil dalam diskusi publik bertema Identitas Aceh, Masih Adakah?, di Kantor LKBN Antara Biro Aceh di Banda Aceh, Selasa (30/4/2019).
Ketiga tokoh itu adalah Ustaz Masrul Aidi, Pimpinan Dayah Babul Maghfirah Cot Keueung, Aceh Besar, Tarmizi A Hamid (Cek Midi), pemerhati sejarah dan budaya Aceh, serta TA Sakti, akademisi dari Universitas Syiah Kuala.
Ketiganya memaparkan tentang pentingnya upaya-upaya untuk menghidupkan kembali identitas keacehan dan keislaman, guna mewujudkan masyarakat Aceh yang madani.
Ustaz Masrul Aidi dalam paparannya mengatakan, Islam bukan hanya dilihat dari salat dan puasa saja, tetapi tekanan besar dalam Islam adalah dari sisi akhlak, termasuk keramah-tamahan, bertegur sapa, mengucap salam, serta menghargai hak-hak orang lain.
"Jika itu sudah dijalankan dengan baik oleh masyarakat Aceh maka akan kembali nilai keacehan dan keislamannya sekaligus," kata Masrul Aidi seperti dilansir siaran pers yang diterima Serambinews.com, Selasa (30/4/2019).
“Secara pribadi saya melihat yang paling penting bagaimana sisi keacehan yang dulunya indentik dengan nilai-nilai keislaman itu bisa diihidupkan kembali. Dengan menghidupkan itu sudah lebih dari cukup, untuk mempertahankan keacehannya,” kata Masrul.
Baca: Warung Kuliner di Puncak Geurutee Dirusak OTK
Ia menjelaskan salah satu metode praktis untuk menghidupkan kembali tradisi tersebut melalui peraturan-peraturan.
Maka dalam hal ini pemerintah yang berkuasa.
Pemerintah, kata Masrul, seharusnya memiliki perencanaan bagaimana menghidupkan kembali nilai keacehan melalui keseharian.
“Jadi ambillah dalam sepekan itu kalau sekarang hari Jumat pakai pakaian islami, kenapa tidak pakaian islami itu dengan pakaian adat, bukankah pakaian adat kita sudah islami. Jadi jangan berfikir pakaian islami itu dengan baju koko saja, sebab itu bukan dari tradisi kita,” katanya.
Padahal, lanjut Masrul, pakaian teluk belanga Aceh juga bisa digunakan oleh laki-laki untuk beraktivitas di pemerintahan sehari dalam sepekan.
Begitu juga dengan kaum perempuan menyesuaikan dengan identitas budaya Aceh.
"Dan ini juga sudah dinilai islami. Itu salah satu cara praktis untuk menghidupkan kembali tradisi keacehan," ujarnya.
Baca: Zulkifli Abdy Dilantik Sebagai Anggota DPRK Banda Aceh, akan Menjabat Lima Bulan Lagi
Harus Dirawat