Pimpinan Dayah Mahyal Ulum Al-Aziziyah, Sibreh, Aceh Besar ini mengatakan, takbir yang menggema saat hari raya Idul Fitri merupakan sebuah pertanda manusia dalam mengagungkan Allah Swt.
Musik-musik disco, remix, dan semacamnya yang diputar beriringan dengan lantunan takbir, kata Lem Faisal, tentu mengurangi khidmat takbir. "Kita melantunkan nama Allah, kok menggunakan musik yang keras-keras? Itu mengurangi khidmat takbir itu sendiri," katanya.
Lebaran Idul Fitri, jangan semata-mata dianggap sebagai hari kemenangan saja. Menurut Lem, bulan Syawal juga menuntut kita untuk meningkatkan derajat takwa kita kepada Allah Swt, sama seperti kita meningkatkan ketakwaan di bulan Ramadhan.
"Lebaran itu juga ibadah. Ada syiar keislaman, jadi ketika takbir melenceng dari nilai-nilai keislamam, tentu itu tidaklah benar, jangan jauh dari ruh dan semangat takbir," ujar Lem Faisal.
Lantas bagaimana jika peserta takbir menggunakan alat musik tabuh seperti bedug, rebana, atau rapai? "Itu tidak apa-apa, alat musik itu kan alat musik tabuh. Juga seperti rapai, rebana, dan bedug itu kan khazanah kita, kebudayaan Aceh dan juga kebudayaan Islam," jelas Lem Faisal.
Oleh sebab itu, MPU meminta panitia untuk menertibkan jika ada peserta takbir atau masyarakat biasa yang melantunkan atau menyalakan audio takbir dengan musik remix atau disco. (*)