Rp 1,6 Triliun Uang Aceh Harus Dikembalikan ke Pusat, Ini Penyebabnya Menurut Anggota DPRA

Penulis: Subur Dani
Editor: Safriadi Syahbuddin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua Komisi IV DPRA, Asrizal Asnawi.

Rp 1,6 Triliun Uang Aceh Harus Dikembalikan ke Pusat, Ini Penyebabnya Menurut Anggota DPRA

Laporan Subur Dani | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Lebih kurang sebanyak Rp 1,6 triliun lebih uang Aceh yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2018 harus dikembalikan ke Pemerintah Pusat (Jakarta), lantaran menjadi sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) 2018.

Silpa adaah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran selama tahun perioode anggaran.

Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, angka silpa dari Aceh dalam anggaran tahun lalu adalah sebesar Rp 1.652.595.332.255.

Menurutnya, tingginya silpa di suatu daerah, berarti menunjukkan bahwa serapan anggaran di daerah tersebut cukup rendah, sehingga terjadi sisa atau lebih dari anggaran yang telah diperuntukkan.

Menurut Wakil Ketua Komisi IV, Asrizal H Asnawi, sisa lebih perhitungan anggaran atau silpa setiap tahun anggaran, harus dikembalikan ke pusat.

"Ya itu harus dikembalikan, harus dilapor ke pusat. Memang nanti bisa kita pakai lagi, tapi kan sayang uang sudah dikasih tapi kita tidak maksimalkan untuk pembangunan," kata Asrizal kepada Serambinews.com.

Baca: Jelang Putusan MK, Polda Metro Jaya akan Razia Massa dari Daerah

Baca: 12 Fakta PUBG Haram di Aceh, Tak Bisa Diblokir, Batalkan Turnamen hingga Tanggapan Ustaz Abdul Somad

Baca: Puluhan WH Baru di Lhokseumwe Ikut Pembekalan, Termasuk Pengenalan Senpi

Lantas apa sebenarnya penyebab terjadinya silpa pada APBA 2018?

Asrizal mengatakan, penyebab utama karena APBA 2018 disahkan melalui peraturan gubernur (pergub) bukan melalui qanun oleh DPRA.

Otomatis, APBA 2018 yang saat itu berjumlah sekitar Rp 16 triliun, diprioritaskan kepada belanja wajib dan mengikat.

Artinya hanya untuk belanja rutin yang diperbolehkan, tidak untuk proyek infrastruktur.

Hal itu sebagaimana disebut dalam Pasal 46 PP No.58 Tahun 2005, Pasal 106 dan Pasal 109 Permendagri No.13 Tahun 2006 dan perubahannya, serta, Lampiran IV angka 12 huruf b Permendagri No.33 Tahun 2017.

Baca: Habiskan APBA Miliaran Rupiah, Gedung Pendingin Ikan dan Pabrik Tepung Ikan di Lampulo Terbengkalai

Baca: Ada ‘Hantu’ dalam Proses Lelang Proyek APBA

Baca: Elite Disebut Kuasai Proyek APBA, Jubir Pemerintah Aceh: Tudingan tanpa Bukti Bisa Dijerat

Belanja bersifat mengikat, yaitu yang dibutuhkan secara terus-menerus dan harus dialokasikan dengan jumlah yang cukup untuk keperluan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa.

Sementara, belanja yang bersifat wajib, yaitu untuk terjamin kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.

Halaman
12

Berita Terkini