Kondisi ini juga membuat pembinaan tidak efektif," ujarnya.
Fenomena homoseks di kalangan narapidana, kata Sitinjak, menjadi keniscayaan manakala narapidana itu sudah berkeluarga.
"Gejala itu dari dulu sebenarnya sudah ada. Seseorang yang sudah berkeluarga lalu masuk ke lapas, otomatis kebutuhan biologisnya tidak tersalurkan," ujarnya.
Namun, Sitinjak menolak menyebutkan barapa banyak narapidana dan tahanan yang orientasi seksualnya berubah setelah mendekam di penjara.
"Gejala (homoseksualitas) itu ada. Hanya tidak etis saya buka. Bagaimanapun, pengelolaan lapas itu dapur saya," ujarnya.
Fenomena homoseksual di kalangan tahanan dan narapidana juga diungkapkan sejumlah petugas lapas se-Jabar yang hadir pada acara di SOR Arcamanik, kemarin.
"Saya pernah melihat perilaku homoseksual seperti itu.
Saya kebetulan lihat laki-laki sama laki-laki," ujar seorang petugas lapas yang bertugas di Kota Bandung.
Namanya tertera di seragam yang ia kenakan. Namun ia tidak berkenan Tribun memublikasikannya.
Perilaku menyimpang itu, ujarnya, ia pergoki terjadi di kamar tahanan pada siang hari.
"Saat saya kontrol, saya lihat dua napi berduaan di kamar, di pojokan dekat toilet.
Perbuatannya, intinya tidak normal.
Saya enggak sengaja melihat dan saya langsung tegur karena saya harus menjalankan fungsi pembinaan.
Salah jika saya biarkan," ujarnya.
Di tempatnya bertugas, kata petugas itu, satu kamar tahanan disertai WC dengan penyekat tembok setinggi leher sehingga ia masih bisa melihat perbuatan tidak normal dua laki-laki di toilet kamar itu.