Rindu Ibu Pecah dalam Pelukan Anak
Tiga warga Aceh yang sebelumnya sempat divonis hukuman mati dan penjara seumur hidup oleh Kerajaan Malaysia, Jumat (9/8) sekitar pukul 17.20 WIB, tiba di kampung halamannya masing-masing di Kabupaten Bireuen. Kepulangan mereka disambut pelukan dan tangisan sang Ibu.
Ketiga mantan tervonis mati, yaitu Bustamam, Tarmizi, dan Sulaiman diantar langsung oleh Dinas Sosial (Dinsos) Aceh ke rumah orang tua masing-masing. Khusus untuk Tarmizi dan Bustamam, karena berasal dari satu kecamatan, keduanya di antar ke rumah orang tua Tarmizi di Gampong Ceurucok, kecamatan Simpang Mamplam. Sedangkan Sulaiman, hanya turun sebentar dan selanjutnya diantar pulang ke Gampong Meunasah Lueng, Jeunib.
Kepulangan Bustamam dan Tarmizi selain dinanti oleh kedua ibu dan keluarganya, juga disambut perangkat gampong dan puluhan warga setempat. Suasana pertemuan berlangsung haru, terlebih sang ibu yang tak bisa menyembunyikan tangisan kebahagiannya setelah puluhan tahun tak bertemu dengan buah hatinya.
Seakan tak percaya, Ainal Mardhiah (70) menatap lekat-lekat wajah Bustamam dan kemudian memeluknya erat. Tangisannya pun pecah. Pemandangan haru itu juga terlihat saat Tarmizi disambut oleh sang ibu, Rukiah (70).
“Saya bersyukur dapat melihat dan bertemu kembali dengan anak saya yang sudah lama tidak bertemu. Ini merupakan anugerah Allah,” kata Ainal Mardhiah sambil terbata saat menjawab pertanyaan Serambi.
Dia juga menyampaikan terimakasih kepada Gubernur Aceh dan jajaran Dinsos Aceh dan pihak-pihak lainnya yang telah berusaha memulangkan anaknya dari Malaysia.
Bustamam dan Tarmizi memang paling lama mendekam dalam tahanan. Mereka ditangkap tahun 1996 dan bebas pada 2019 setelah 23 tahun lamanya berada dalam jeruji besi. Karena itu, selain kerabat dekat, juga banyak warga yang berdatangan menyambut kedatangan mereka untuk melihat wajah dua warganya yang telah lama menghilang. Satu per satu datang menyalami dan memeluk Bustamam dan Tarmizi.
Bustamam maupun Tarmizi tidak banyak berbicara. Bustamam hanya menyampaikan rasa syukurnya bisa kembali berada di rumah, apalagi momennya bertepatan dengan meugang Hari Raya Idul Adha. “Alhamdulillah sudah sampai di rumah dan sudah menginjak tanah rumah orang tua,” ujarnya dengan tersenyum.
Didampingi Keuchik Desa Ceureucok, Suwardi, Tarmizi dan Bustamam, menyampaikan terimakasihnya kepada Pemerintah Aceh, (Dinsos), media, dan berbagai pihak lainnya atas usaha membebaskan mereka dan memulangkan mereka ke Tanah Air. “Semua ini tidak lepas dari kerja keras, koordinasi dan bantuan berbagai pihak,” ujar Keuchik Suwardi.
Dalam kesempatan itu, Tarmizi, Bustamam, dan Sulaiman juga menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengan Bupati Bireuen, H Saifannur SSos. “Kami ingin bertemu dengan Pak Bupati H Saifannur. Tolong sampaikan salam kami dan kami bertiga ingin bertemu Pak Bupati,” ujar Bustamam.
Ia menyampaikan itu dalam bahasa Aceh. Tetapi karena bahasa Aceh-nya masih kaku, apa yang disampaikan B ustamam kembali diperjelas oleh Keuchik Suwardi. Saat ditanya apa tujuan bertemu Bupati, Bustamam menjawab “kami ingin ada kegiatan dan usaha untuk kebutuhan hidup di kampung,”.
Seperti diberitakan media ini, Tarmizi, Bustamam, dan Sulaiman awalnya divonis hukuman mati karena terbukti menjual dadah (ganja). Kerajaan Malaysia lalu memberi mereka dua kali pengampunan. Pengampunan pertama dari hukuman mati ke hukuman seumur hidup, dan pengampunan kedua dari hukuman seumur hidup menjadi bebas.
Bustamam dan Tarmizi ditangkap pada 1996, sedangkan Sulaiman ditangkap pada 2004. Ketiganya ditangkap di Kuala Lumpur dan divonis mati setahun setelahnya. Saat ditangkap, Bustamam berusia 19 tahun, Tarmizi 23 tahun, dan Sulaiman 31 tahun.(yus)