SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Bendera bintang kejora dikibarkan mahasiswa Papua yang menggelar aksi demonstrasi di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).
Pantauan Kompas.com di lokasi, sebagian besar massa nampak buka baju dan menari-nari sambil mengibarkan bendera bintang kejora.
Selain itu, tampak massa yang sebagian besar lelaki itu melukis wajah mereka dengan gambar bendera bintang kejora.
Mereka terlihat bersemangat mendengar orasi sambil beryanyi-nyanyi.
Koordinator Aksi Ambrosius mengatakan, dalam aksinya, massa mengutuk keras kericuhan yang terjadi pada mahasiswa Papua di Surabaya beberapa waktu lalu.
Mereka juga menuntut agar rasialisme terhadap rakyar Papua dihentikan.
"Kami tegaskan, menghapuskan rasisme dan represi terhadap orang Papua hingga mereka bisa mengerti makna kebahagiaan hidup apabila rakyat Papua mendapatkan haknya untuk menentukan nasib sendiri," ujar Ambrosius di lokasi.
Selain itu, massa juga menuntut pemerintah membuka kembali akses internet di Papua.
Mereka juga menuntut agar pegawai Pemprov Papua dan Papua Barat melepas baju dinasnya.
"Pemblokiran itu artinya negara tidak mampu menyelesaikan persoalan papua, bukan hanya kali ini tapi dari 1961 sampai 2019".
"Jadi sengaja selalu mengnonaktifkan internet, itu negara melanggar hak asasi manusia untuk menyampaikan pendapat dan mendapatkan informasi yang selayaknya, negara sengaja menutupi permasalahan papua," ujar Ambrosius.
Hingga kini aksi demonstrasi masih berlangsung dengan long march massa dari Mabes TNI AD hingga mendekati Istana Merdeka di Jalan Medan Merdeka Utara.
Mahasiswa Papua Tolak Rasialisme
Aksi demonstrasi tolak rasialisme terhadap rakyat Papua digelar di depan Mabes TNI Angkatan Darat tepatnya di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).
Aksi ini dilakukan oleh sejumlah aliansi mahasiswa Papua.
Mika Dawi, Koordinator Lapangan Aksi itu mengatakan, selain berorasi di depan Mabes TNI AD, massa juga long march (berjalan) ke dekat Istana Merdeka untuk melanjutkan demonstrasi.
Selain menolak rasialisme, massa juga mengutuk keras kericuhan yang terjadi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada 17 Agustus 2019 lalu.
"Hentikan rasialisme, manusia Papua bukan monyet. Hentikan TNI/Polri yang melakukan provokasi terhadap warga yang tak tahu-menahu tentang politik Papua merdeka dan NKRI harga mati," kata Mika Dawi di lokasi, Rabu.
Pantauan Kompas.com, massa sudah berkumpul sejak pukul 13.30 WIB.
Sebagian besar dari mereka beraksi dengan membuka baju untuk kaum lelaki.
Selain itu, atribut demonstrasi seperti spanduk dan pakaian adat Papua juga dikenakan demonstran.
Kemudian, sebagian dari mereka juga nampak mencoreng wajah mereka dengan gambar bendera bintang kejora. Akibat demonstrasi itu, hampir seluruh badan Jalan Medan Merdeka Utara tertutup.
Meski begitu, petugas kepolisian yang menjaga demosntrasi tetap mengatur arus lalu lintas agar tetap berjalan.
Hingga saat ini demonstrasi masih berlangsung.
Orasi pun masih dikobarkan demonstran.
Aparat kepolisian juga terus berjaga mengawal aksi demonstrasi tersebut.
Wapres Kalla Nilai Wajar Internet di Papua Dibatasi Sementara
Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai wajar apabila pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat masih berlanjut hingga saat ini.
Ia menilai, pemblokiran masih dibutuhkan demi meredam penyebaran informasi hoaks yang berpotensi memperkeruh situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di sana.
"Itu (pemblokiran akses internet) kan untuk meredam. Karena diketahui, gelora suasana (kerusuhan) itu kan karena pengaruh medsos," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
"Karena itulah, dalam kondisi ini, internet dibatasi dulu," lanjut dia.
Lagi pula, Wapres Kalla mengatakan pembatasan akses internet itu hanya khusus pada fitur pengiriman gambar, bukan seluruh fitur percakapan.
"Anda kan tetap bisa berhubungan (melalui) WA (WhatsApp), cuma tidak bisa ada gambarnya. Itu kan untuk menghilangkan hoaks tadi, itu hanya untuk keadaan sementara," kata dia.
Wapres Kalla juga menyoroti pendapat yang mengatakan bahwa pembatasan akses internet ini berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian di bumi Papua.
Justru, Kalla menilai, kebijakan tersebut demi melindungi stabilitas perekonomian di Papua.
"Mana lebih banyak menghambat kegiatan ekonomi? Demo besar-besaran atau satu-dua orang yang mengikuti internet? Kan tetap bisa nonton TV, tetap bisa berhubungan, kan tidak (masalah). Hanya informasi-informasi yang tidak benar itu yang ditahan," kata Kalla.
Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan banyak pengusaha di wilayahnya yang mengeluh soal pembatasan akses internet.
"Banyak keluhan. Maka, kami harap semua sisi informasi bisa dibuka," kata Lukas seusai menghadiri rapat terbatas terkait persiapan PON 2020 di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Lukas mengatakan sebenarnya cukup bisa memahami pembatasan internet dilakukan pemerintah, yakni dalam rangka mencegah informasi hoaks di masyarakat Papua.
Ia menilai langkah itu memang ampuh untuk mencegah masyarakat terpapar informasi yang belum jelas kebenarannya.
Namun, Lukas memastikan bahwa kondisi Papua saat ini sudah relatif kondusif sehingga ia berharap pemerintah segera membuka kembali akses internet.
Baca: Pengamat Migas Ridwan Nyak Baik: Belum Ada Survei Baru Migas Aceh
Baca: Viral Bos Taksi Malaysia Tolak Gojek dan Sebut Indonesia Negara Miskin, Pendiri Big Blue Minta Maaf
Baca: Arus Transportasi Laut Labuhanhaji - Sinabang Kembali Lancar
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Unjuk Rasa di Depan Mabes TNI AD, Mahasiswa Papua Kibarkan Bendera Bintang Kejora"
Penulis : Dean Pahrevi