Hal itu disampaikan Kabag Humas Pemkot Surabaya M. Fikser Selasa (3/9/2019).
Ia mengakui bahwa Pemkot Surabaya mengikuti semua informasi yang berkembang terkait ASN yang terjerat kasus hukum tersebut.
"Kami sudah memantau semuanya dan mengikuti perkembangannya. Kita pantau terus soal SA ini," kata Fikser dihubungi, Selasa.
Namun, Fikser tidak menjawab apakah Pemkot Surabaya akan memberikan pendampingan hukum atau justru memberikan sanksi kepada pegawai BPB Linmas di lingkungan Kecamatan Tambaksari itu.
Sejauh ini, kata Fikser, Pemkot Surabaya akan menyerahkan semua proses hukum kepada pihak kepolisian yang melakukan pemeriksaan.
"Kami serahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian. Kami patuhi hukum yang berlaku," ujar dia.
Baca: Luhut Saran BPJS Dibantu China, Rizal Ramli Beberkan Keburukannya: Kayak Negara Keterbelakangan Aja
Baca: Viral Kisah KKN di Desa Penari, Ini Pandangan Mbah Mijan: True Story Namun Ada Beberapa Bumbu-bumbu
Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Surabaya M. Fikser KOMPAS.COM/GHINAN SALMAN
Meski demikian, pihaknya menyesalkan adanya ucapan rasialis yang keluar dari mulut SA.
Menurut Fikser, sebagai aparat pemerintahan, memang sudah selayaknya seorang PNS menjaga etika di hadapan publik.
"Siapa pun dan dengan alasan apapun, rasisme itu tidak dibenarkan," tambah dia.
Usai SA ditetapkan menjadi tersangka, ia pun secara personal dan mewakili warga Surabaya menyampaikan memohon maaf sebesar-besarnya pada masyarakat Papua atas perbuatannya yang dianggap melecehkan ras.
"Seluruh saudara-saudaraku yang berada di Papua, saya mohon maaf sebesar-besarnya apabila perbuatan (rasial) yang (diucapkan) tidak menyenangkan," kata Syamsul Arifin, Selasa (3/9/2019).
Permohonan maafnya itu ditulisnya melalui sebuah surat yang dititipkan pada salah satu kuasa hukumnya.
Berikut surat pernyataan permohonan maaf yang ditulis dan ditandatangani Syamsul Arifin, Selasa (3/9/2019):
Syamsul Arifin, tersangka ujaran rasial terhadap mahasiswa Papua di asrama Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur. Kompas.com (istimewa)