Hingga saat ini pun, BPJS Kesehatan masih memiliki utang jatuh tempo lebih dari Rp 11 triliun.
"Dengan seluruh yang sudah kita bayarkan di 2019, BPJS masih bolong. Sekarang sudah ada outstaning lebih dari Rp 11 triliun belum terbayar, sementara pemasukan dari pemerintah sudah semua masuk," ujar Sri Mulyani.
Terdapat beberapa opsi yang bakal dilakukan pemerintah untuk bisa menyehatkan kondisi keuangan BPJS Kesehatan.
Baca: Kasus Video Asusila Vina Garut Masuki Babak Baru, Dulu Kompak Buat Video, kini Saling Bongkar Aib
Baca: Sebut Kasus Rasisme Sudah Ditangani Pemerintah, Gubernur Papua Imbau Warga Tak Lagi Demo
BPJS Kesehatan pun telah mendapatkan beberapa rekomendasi dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mulai dari persoalan kepesertaan hingga cleansing data penerima manfaat.
Jika BPJS menerapkan berbagai rekomendasi tersebut, Sri Mulyani memperhitungkan badan tersebut hanya akan mendapat tambahan sebesar Rp 5,01 triliun.
"BPJS masih akan bolong tahun ini," ujar dia. Sri Mulyani mengungkapkan, dengan usulannya tersebut maka pada tahun 2020 bisa menyelesaikan sisa defisit sekitar Rp 14 triliun di tahun 2019.
Bahkan, BPJS berpotensi mencetak surplus sebesar Rp 17,2 triliun sehingga tersisa Rp 3 triliun jika menambal defisit tahun sebelumnya.
Surplus tersebut bakal masih berlanjut di tahun -tahun berikutnya. Untuk 2021, 2022, sampai 2023 proyeksi berdasarkan jumlah peserta dan utilisasi, di masing-masing tahun BPJS bakal surplus Rp 11,59 triliun, Rp 8 triliun, dan Rp 4,1 triliun.
"Itu yang kita usulkan sehingga mungkin untuk menyelesaikan situasi hari ini dan memperbaiki dari proyeksi cashflow BPJS," sambungnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Iuran Dinaikkan 100% Sebab BPJS Defisit Rp28 T Diungkap Fahri Hamzah: Sri Mulyani Pikirannya Pendek
Penulis: Rr Dewi Kartika H
Editor: Wahyu Aji