Sementara Abdullah Puteh, menyatakan dirinya sudah mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Kita banding dan sudah kita sampaikan ke pengadilan. Putusan hakim itu tidak cermat dalam kasus ini," tukas Abdullah Puteh, Rabu (11/9).
Calon Anggota DPD RI dari Provinsi Aceh itu menyatakan akan melawan putusan pengadilan tersebut sampai titik akhir.
"Masa saya dikatakan menipu yang nilainya disebutkan Rp 350 juta, yang benar aja," kata Abdullah Puteh enteng.
Mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh Divonis 1,5 Tahun Penjara, Kasus Penggelapan Uang Investor
Zulfikar Sawang: Putusan PN Jaksel tak Pengaruhi Pelantikan Abdullah Puteh Sebagai Anggota DPD
Kasus Pembunuhan dengan Racun Tikus, Eksekutor: Bagaimana Kalau Aku Racun Saja, Kan Lebih Mudah
Terkait dengan proses pelantikan dirinya sebagai senator dari Aceh, dia mengatakan, kasus itu tidak akan menghambat pelantikannya.
Sebab menurut tata tertib DPD RI, seorang calon anggota DPD dianggap bermasalah apabila tersandung kasus hukum yang ancaman hukumannya di atas 5 tahun penjara dan sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau incraht.
"Tidak ada persoalan dengan pelantikan Anggota DPD. Sebab persoalan ini belum memiliki kekuatan hukum tetap dan ancaman hukumannya adalah 3,8 tahun penjara," ujar Puteh.
Ia pun minta kepada konstituennya di Aceh agar tidak resah atas persoalan hukum yang sedang dihadapinya itu.
Abdullah Puteh juga menjelaskan bahwa saksi Herry Laksmono yang melaporkan dirinya secara pidana adalah orang yang dikalahkannya di pengadilan perdata mulai dari pengadilan banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
"Dulu kita melaporkan yang bersangkutan secara perdata karena melanggar perjanjian kerjasama dengan perusahaan PT Woyla Abadi yang saya dirikan. Sampai ke tingkat peninjauan kembali kita menang," ujar Abdullah Puteh dan menguraikan secara kronologis pelanggaran perjanjian yang dilakukan Herry.
"Saya sampaikan bahwa kasus ini tidak menyangkut negara. Ini berawal dari perjanjian kerja sama antara PT Woyla Abadi dengan kontraktor HL (Herry Laksmono) yang mengerjakan pekerjaan di perusahaan saya," ujarnya.
Puteh membantah Herry Laksmono sebagai investor, tapi kontraktor yang minta pekerjaan kepada dirinya.
"Di pengadilan, oleh jaksa disebutkan saya yang merayu HL untuk berinvestasi, itu sama sekali tidak benar. Sebab kenyataannya HL yang aktif menghubungi saya, termasuk membayarkan akomodasi hotel," tukas Puteh.
Perjanjian antara PT Woyla dan HL diikat dalam akta perjanjian dengan 29 pasal.
"Perjanjian itu yang dia dilanggar dan kita gugat ke pengadilan. Di antara perjanjian yang dilanggar itu adalah HL seharusnya membayar uang muka Rp 3 miliar dan menyetorkan royalti fee kepada saya tiap bulan. Tapi nyatanya itu tidak dipenuhi," urainya.