Azhari minta dan mohon kepada seluruh pihak terkait di Aceh dan kepolisian untuk tidak berasumsi sendiri terhadap qanun bendera tersebut, dan minta hormati proses hukum dan politik yang sedang dilakukan oleh DPRA dan Pemerintah Aceh.
Seperti diketahui, sejak dua bulan terakhir, selembar surat yang tertulis atas nama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) beredar di dunia maya. Surat Nomor: 188.34/2723/SJ itu dikeluarkan 26 Juli 2016 dan menyatakan membatalkan Qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.
Sudah Terbit Tahun 2016
Sementara itu, sebelumnya Plt Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Drs Akmal Malik MSi menyatakan bahwa, keputusan Mendagri tentang pembatalan beberapa pasal dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh sudah terbit lama sekali pada tahun 2016.
Ini ia sampaikan saat diwawancarai Serambinews.com, pada 1 Agustus 2019 silam.
"Itu produk lama, kenapa kok muncul sekarang ini. Itu sudah selesai," kata Akmal Malik ketika itu.
Ia menyatakan bahwa keputusan Mendagri soal pembatalan beberapa butir dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 itu sudah disampaikan kepada Gubernur Aceh dan DPRA Aceh pada masa itu.
Akmal Malik balik bertanya kenapa tiba-tiba soal pembatalan qanun bendera itu muncul sekarang ini.
"Saya tahu betul prosesnya. Itu produk lama, kenapa digoreng-goreng lagi sekarang," tukas Akmal Malik.
Kementerian Dalam Negeri melalui keputusan Mendagri nomor 188.34-4791 Tahun 2016 tanggal 12 Mei 2016 telah membatalkan dan mencabut beberapa pasal dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Bendera dan Lambang Aceh.
Penolakan dan pembatalan itu berdasarkan Peraturan Pemerintah 07 tahun 2007 yang antara lain isinya menyatakan bahwa lambang daerah itu tidak boleh sama atau ada persamaan/kemiripan dengan lambang separatis.(*)
Warga Siapkan Draf Kesepakatan, Penyelesaian Sengketa Gedung Baru STAIN di Alpen
Kakek 61 Tahun Kirim Surat Cinta ke Bocah SD, Ungkapkan Rindu hingga Panggil Gadis Manisku