Muhammad Tulus (32) adalah satu dari sedikit pesohor yang memberikan perhatian terhadap lingkungan hidup. Di balik kesibukannya sebagai penyanyi dan pencipta lagu, pemuda kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 20 Agustus 1987 ini, menyempatkan diri untuk menyelamatkan populasi gajah yang terus terdesak karena konflik dengan manusia.
Satu di antara gerakan yang dilakukan Tulus menggalang dana melalui gerakan Teman Gajah Tulus untuk membeli GPS Collar untuk gajah. Alat dalam bentuk kalung ini, berfungsi membantu mengamati pergerakan gajah di daerah-daerah yang berpotensi konflik dengan manusia, sehingga konflik tersebut dapat diminimalisir.
Ketika mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Aceh, Tulus langsung ke Karang Ampar yaitu salah satu gampong yang ada di kecamatan Ketol, Aceh Tengah. Selama dua hari di gampong tersebut (8-9 Oktober), ia ditemani oleh Ketua Tim Pengamanan Flora Fauna (TPFF) Karang Ampar dan Bergang, Muslim, dan tim lainnya melihat langsung jalur migrasi gajah yang ada di sana. Tulus juga mempelajari interaksi antara manusia dan gajah.
Kunjungan Tulus tersebut dalam rangka memberi dukungan konservasi terhadap gajah. Pada November mendatang, ia dan Muslim juga akan menghadiri Paris Peace Forum, di Kota Paris. Keduanya diundang untuk berbicara tentang pesan perdamaian manusia dan gajah dari Aceh.
Di sela kunjungannya ke Aceh, World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia bersama Museum Aceh mengundang Tulus dan Muslim untuk mengisi talkshow bertema "Pesan Perdamaian Gajah dan Manusia dari Aceh", yang berlangsung di Museum Aceh, Banda Aceh, Kamis (10/10).
Pada kesempatan tersebut, Tulus menyerahkan satu unit GPS Collar untuk gajah di Aceh yang diterima oleh Koordinator Spesies WWF Aceh, Azhar. "Ini adalah hasil dari gerakan Teman Gajah Tulus kita menggalang dana dari masyarakat, dan alat ini akan dipasang pada ketua kelompok gajah," kata Tulus kepada awak media dan sejumlah komunitas yang hadir.
Ia mengatakan ketika bermigrasi atau berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, gajah selalu bersama-sama. "Jadi saat gajah berpindah tempat bisa kita awasi, apakah tempat yang akan didatangi selanjutnya itu berpotensi bersinggungan dengan masyarakat atau berpotensi terjadi konflik lainnya. Maka dengan adanya alat ini bisa meminimalkan resiko-resiko itu," kata Tulus.
Kepedulian Tulus terhadap gajah, ternyata menyimpan kisah tersendiri baginya. Pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat ini menuturkan alasan ia "jatuh cinta" dengan hewan mamalia besar itu.
Ia pernah menulis lagu berjudul Gajah. Lagu tersebut menceritakan tentang masa kecilnya yang dipanggil "Gajah" karena postur tubuhnya yang besar, tinggi, dan paling mencolok di antara yang lain.
"Lagu gajah ini menceritakan tentang gimana manusia dewasa bisa berkompromi dengan masa lalu yang tidak ia senangi. Kemudian lagu itu dibuatkan musik videonya, dalam proses pembuatan musik video itu saya mendapatkan kesempatan berinteraksi langsung dengan gajah," tuturnya.
Selanjutnya, musik video lagu gajah yang juga melibatkan beberapa ekor gajah dalam pembuatannya mendapatkan penghargaan dari Anugerah Musik Indonesia. "Penghargaan itu bagi saya adalah suatu kehormatan. Mestinya saat menerima penghargaan itu saya merasa bangga. Tapi pada saat yang bersamaan saya juga menerima kabar bahwa gajah yang terlibat dalam pembuatan musik video lagu gajah itu justru ditemukan mati ditembak dan gadingnya diambil," ungkap Tulus.
Sejak itu ia merasa ada tanggung jawab dan celah untuk berkontribusi lebih banyak terhadap lingkungan. Dari situ ia menggagas untuk membentuk gerakan Teman Gajah empat tahun lalu bersama WWF Indonesia, dan mempelajari segala sesuatu tentang gajah. "Kita hanya bagian yang sangat kecil dari alam semesta ini dan hanya menumpang. Alam ini sudah ada jauh sebelum kita diciptakan. Jadi saya rasa di kesempatan yang sangat singkat akan terasa egois sekali ketika apa yang saya dapatkan, saya nikmati untuk kepentingan sendiri. Hidup saya lebih bermakna kalau saya bisa melakukan sesuatu untuk sekitar saya," kata penyanyi Indonesia bergenre musik pop dan pop jazz ini.(mawaddatul husna)