Laporan Masrizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al Haytar melakukan pertemuan khusus dengan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.
Pertemuan yang berlangsung di Ruang Kerja Kementerian Pertahanan RI, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (12/11/2019).
Pertemuan Wali Nanggroe dengan Menhan kali ini merupakan tindaklanjut pertemuan Wali Nanggroe dengan Jusuf Kalla semasa masih menjabat sebagai Wakil Presiden RI.
Pada kesempatan tersebut, Wali Nanggroe juga menyampaikan selamat kepada Prabowo Subiato yang resmi menjabat sebagai Menhan RI.
“Kita bicarakan banyak hal, khususnya mengenai butir-butir MoU Helsinki yang masih belum terealisasi sampai saat ini,” kata Malik Mahmud melalui Staf Khususnya H Kamaruddin Abu Bakar atau akral disapa Abu Razak kepada Serambinews.com, Rabu (13/11/2019) melalui rilis.
• Usulan Anggaran Untuk Kadin Aceh Dinilai Ilegal, GeRAK akan Laporkan ke KPK
• Hadapi Persewar Malam Ini, Manager Persiraja Puji Perfoma Permainan Tim, Berharap tidak Takabur
• Akses Menuju Kecamatan Celala via Pegasing Ditutup Sementara
Selain Abu Razak, Wali Nanggroe Malik Mahmud juga didampingi Ketua DPRA H Dahlan Jamaluddin dan DR M Raviq selaku Staf Khusus Wali Nanggroe.
Kepada Menhan Prabowo, Wali Nanggroe menjelaskan, ada banyak sektor ril yang berhubungan langsung dengan masyarakat hingga saat ini tidak berjalan dengan baik.
Hal itu disebabkan oleh belum maksimalnya implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA) sebagai turunan dari hasil perjanjian MoU Helsinki tahun 2005.
"Seperti di bidang ekonomi, seharusnya pemerintah pusat sudah melakukan penyerahan pengelolaan pelabuhan laut dan bandar udara kepada Aceh. Masalah perdagangan dan bisnis internasional di Aceh hari ini masih terkendala dengan peraturan UU nasional," kata Wali Nanggroe kepada Menhan.
Begitu pula terkait perbatasan Aceh dengan Sumatera Utara, masalah Pembentukan Badan Adhoc, dan persoalan reintergrasi belum ditunaikan tuntas oleh Pemerintah Pusat.
“Masalah perbatasan Aceh dengan Sumatera Utara hari ini belum merujuk pada tapal batas atau Peta bertanggal 1 Juli 1956, sebagaimana diamanahkan dalam poin 1.1.4 MoU Helsinki,” lanjut Malik Mahmud.
Prabowo sendiri menyampaikan respons positif terkait pertemuannya dengan Wali Nanggroe.
“Masalah-masalah yang ada di Aceh seharusnya sudah selesai sejak lama," kata Prabowo dalam pertemuan itu.
Pada pertemuan tersebut, dibahas pula sub-sub poin lainnya seperti akses perdagangan dan investasi yang masih terkendala perundang-undangan nasional.
Pengelolaan migas, pengalihan Kanwil Pertanahan Aceh, auditor verifikasi pengalokasian pendapatan antara pusat dan Aceh, serta sejumlah masalah-masalah lain yang berkembang di Aceh saat ini.(*)