Kadin Aceh Dapat Rp 2,7 Miliar dalam APBA  

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koordinator GERAK Aceh, Askhalani.

BANDA ACEH - Postingan tentang alokasi anggaran untuk Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Aceh dalam APBA Perubahan 2019 yang nilainya lebih dari Rp 2,7 miliar menjadi viral di dunia maya sepanjang hari, Rabu (13/11/2019) kemarin. Sejumlah pengguna facebook (Fb), menyorot pengalokasian anggaran untuk lembaga nonpemerintah itu.

Sorotan juga disampaikan oleh tiga LSM antikorupsi yaitu Masyarakat Pengawal Otsus (MPO), Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), serta anggota DPRA, terhadap pengadaan 18 item barang yang dilakukan melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh tersebut.

Berdasarkan data pada Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) Pemerintah Aceh 2019, anggaran sebesar Rp 2.784.430.000 untuk Kadin Aceh itu masing-masing diperuntukkan bagi pengadaan layar proyektor (tiga unit) Rp 6 juta, pengadaan komputer Rp 40 juta, pengadaan TV Rp 20 juta, pengadaan laptop Rp 175 juta, pengadaan komputer/PC Rp 100 juta, dan pengadaan printer Rp 32.430.000.

Selanjutnya, pengadaan printer portable Rp 10 juta, pengadaan kamera Rp 70 juta, AC 2 PK Rp 60 juta, pengadaan kulkas Rp 20 juta, pengadaan UPS Rp 12,5 juta, pengadaan kendaraan operasional (dinas dan Kadin) Rp 914 juta, pengadaan kendaraan minibus Rp 471 juta, pengadaan alat tulis kantor Rp 100 juta, lemari display Rp 190 juta, pengadaan CCTV Rp 40 juta, pemasangan solar cell Rp 113.950.000, dan pengadaan sound system senilai Rp 474.550.000.

"Sebelumnya, dalam APBA murni juga sudah dianggarkan dana 71 juta rupiah untuk Kadin Aceh. Anggaran hibah itu diperuntukkan bagi pengadaan berbagai jenis peralatan dan perlengkapan Kantor Kadin Aceh," kata Koordinator MPO, Syakya Meirizal, kepada Serambi, Rabu (13/11/2019). Karena itu, ia menuntut Disperindag Aceh segera membatalkan eksekusi atas anggaran dimaksud.

Sementara Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani, menilai, usulan anggaran untuk Kadin jelas tidak dibenarkan oleh aturan. Sebab, Kadin bukan lembaga struktural organisasi pemerintahan.

"Sehingga pengalokasian anggaran tersebut berpotensi menimbulkan celah adanya pelanggaran hukum terencana," katanya. Merujuk pada kebutuhan hibah dan bansos, lanjut Askhalani, sifatnya harus berpedoman untuk efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan belanja hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD.

Terpisah, Koordinator MaTA, Alfian, menilai pengalokasian anggaran untuk Kadin Aceh itu akan menjadi masalah baru di Pemerintah Aceh. Menurutnya, kebijakan itu tidak rasional di tengah upaya Pemerintah Aceh mengejar ketertinggalan. "Pertanyaan mendasar, output apa yang ingin dicapai dari pengalokasian anggaran untuk Kadin Aceh. Sejatinya, Kadin menjadi lembaga mandiri yang mampu membiayai dirinya sendiri bukan sebaliknya," tegas Alfian.

Karena itu, MaTA mendesak Pemerintah Aceh untuk membatalkan realisasi anggaran dari APBA Perubahan itu kepada Kadin Aceh. MaTA juga menyorot DPRA karena sudah membiarkan pengalokasian anggaran untuk Kadin Aceh. "DPRA bukan kecolongan tapi mereka membiarkan. Mereka hanya fokus pada dana pokir, yang lain tidak peduli. Kalau mareka peduli saat pembahasan anggaran, maka tidak muncul nomenklatur anggaran semacam ini," pungkas Alfian.

Sedangkan Anggota DPRA, M Rizal Falevi Kirani, menilai usulan anggaran untuk Kadin Aceh, cacat moral karena Aceh saat ini masih didera oleh kemiskinan. "Ini memalukan, di tengah kemiskinan yang masih mendera rakyat Aceh, elite eksekutif malah melakukan manuver dengan pengusaha yang tergabung dalam Kadin Aceh dengan mengalokasikan milaran rupiah uang Aceh untuk mereka,” kata Falevi di Banda Aceh, Rabu (13/11/2019).

Politisi Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini mengaku dari awal sudah mengusulkan kepada pimpinan DPRA untuk lebih agresif dan berani membedah APBA Perubahan 2019. Tapi, sambung Fahlevi, semuanya sudah telat. Karena itu, ia mendorong Disperindag Aceh selaku penanggung jawab anggaran agar membatalkan pengadaan yang berpotensi melanggar hukum tersebut.

Pinjam pakai

Pelaksana tugas (Plt) Kadisperindag Aceh, Muslem SAg MPd, membenarkan adanya pengadaan sejumlah barang di dinasnya untuk Kadin Aceh. Tapi, menurut Muslem, nama Kadin ditulis pada semua item barang itu hanya sebagai penanda. Sementara barang-barang tersebut, sambungnya, merupakan aset Pemerintah Aceh yang dipinjampakaikan kepada Kadin Aceh. “Jadi, barang-barang itu bukan hibah kepada Kadin Aceh, tapi pinjam pakai,” ujarnya.

Pengadaan barang-barang itu, kata Muslem, dilakukan dalam rangka mempercepat kontribusi Kadin Aceh dalam pembangunan Aceh sehingga nanti akan bermuara pada membaiknya ekonomi daerah dan masyarakat. Muslem menjelaskan, selama ini Kadin Aceh merupakan tandem Pemerintah Aceh dalam membangun daerah. “Karena Kadin membantu Pemerintah Aceh termasuk Disperindag Aceh, maka kita juga membantu Kadin. Salah satu caranya dengan pengadaan barang untuk mereka dengan status pinjam pakai,” ulang Muslem.

Ditegaskan, status pinjam pakai barang-barang tersebut tidak bersifat permanen dan bukan untuk personal anggota Kadin tapi untuk Kadin secara lembaga. Apalagi, menurut Muslem, selama ini Pemerintah Aceh dan Kadin Aceh sudah bekerja sama. “Bantuan yang diberikan Kadin selama ini kepada Pemerintah Aceh antara lain membantu percepatan kegiatan ekspor impor dari Aceh ke luar negeri serta membantu mempercepat terwujudnya kerja sama Aceh dan Andaman, India,” jelas Muslem via telepon selulernya, kemarin.

Halaman
12

Berita Terkini