Wali Murid Aniaya Guru

Kisah Rahmah, 14 Tahun Jadi Guru Honorer Upah Rp 300.000/Bulan, Pengabdiannya Berbalas Penganiayaan

Penulis: Khalidin
Editor: Nur Nihayati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RAHMAH Ama.Pd guru honorer di Sekolah Dasar (SD) Negeri Jambi Baru, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam

”Yang penting tujuan utama saya mengabdi untuk daerah, karena memang latar belakang pendidikan saya guru,” kata Rahmah dalam perbincangan dengan Serambinews.com, Minggu (24/11/2019)

Yah, meski tugas hampir sama bahkan mungkin di beberapa daerah malah lebih berat dengan yang berstatus PNS, guru honorer tidak pernah akan mendapat penghargaan dalam pengabdiannya puluhan tahun sekalipun.

Justru, tak jarang guru mendapatkan perlakukan tak pantas seperti yang dialami Rahmah. Jangankan mendapat Satya Lencana dianugerahkan sebagaimana dalam dunia Pegawai Negeri Sipil, sebagai penghargaan yang dalam melaksanakan tugasnya telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan kedisiplinan serta telah bekerja terus menerus sekurang-kurangnya 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun

Rahmah justru dianiaya oleh wali muridnya sendiri hingga jilbab yang dikenakan robek dan mengalami memar atau bagian tubuh memerah akibat ditampar dan dicubit. Bukan hanya itu, perlakukan ‘persekusi’ juga kerap dialami oleh Rahmah dalam kurun dua bulan terakhir oleh wali murid yang sama. Pertama Rahmah didatangi sang wali murid 26 Oktober 2019, kemudian 14 November 2019 dan terakhir 20 November 2019 yang berakhir dengan penganiayaan. Penganiayaan terjadi di saat para guru di negeri ini akan memperingati Hari Guru Nasional (HGN) yang berlangsung Senin (25/11/2019) besok.

Tubuh Rahmah yang kecil tak berdaya melawan ganasnya wali murid sang penganiaya dengan postur tubuh lebih besar. Terdapat warna merah bagian lengan Rahmah akibat penganiayaan yang sempat diabadikan dengan kamera handphone. “Saya tak tau bagian mana yang duluan dipukul, karena situasi sudah heboh, saya terus diserang ditampar dan dicubit, jilbab saya dijambak sampai koyak,” terang Rahmah

Penganiayaan dan penyerangan bukan hanya membuat Rahmah terluka dan shock tapi, putra pertamanya Prasetia Aulia Rahman yang masih duduk di kelas satu hingga sekarang masih trauma. Sampai saat ini, sang putra bu guru ini masih ketakutan manakala melihat orang karena sering menyaksikan ibunya diserang dengan kata-kata kasar dan keras. Saat tamu datang silih berganti memberi support kepada Rahmah, sang putra tampak duduk di bagian belakang tubuh sang bunda, tak mampu menatap orang.

Saat dihubungi Serambinews.com, via telepon seluler, meski beberapa kali harus berhenti berbicara lantaran masih dalam kondisi sakit dan bantuk, Rahmah bercerita kronologis penganiayaan yang dia alami. Dia mengaku mengalami penamparan dan dicubit kuat. Waktu itu, kata Rahmah kepalanya sempat memar dan bengkak. Peristiwa itu terjadi Rabu (20/11/2019) pukul 10.30 WIB.

Dikatakan, seperti biasa meski tidak ada jam mengajar sebagai guru dia tetap masuk ke sekolah. Rahmah adalah wali kelas III B, dan beberapa waktu sebelum kejadian tepatnya 22 Oktober anak pelaku berkelahi dengan teman sekelasnya. Saat itu, Rahmah sedang menulis di papan tulis dan diberitahu jika sang murid menangis. Lalu sebagai wali kelas, Rahmah mendamaikan sang murid karena hanya masalah kecil.

Lalu, lanjut Rahmah berselang sepekan yakni Sabtu (26/10/2019) lalu wali murid berinisial SN datang ke dalam kelas saat proses belajar sedang dimulai dan menghampiri langsung anaknya. Rahmah sempat menanyai sang murid mengapa ibunya datang dan ternyata SN (sebelumnya tertulis SH) mendengar hingga kembali masuk. Terjadi cekcok antara sang wali murid dengan Rahmah. Wali murid memprotes soal anaknya yang berantem dan tidak terima. Rahmah berusaha menjelaskan saat kejadian dia tengah menulis sehingga tidak melihat, namun sudah didamaikan. Lagipula, perkelahian sang murid diawali anak pelaku.

Rahmah juga menjelaskan bagaimana dia harus mengendalikan 31 murid di kelas tersebut yang notabene memiliki karakter berbeda. Padahal, kata Rahmah di rumah saja kadang hanya mengurus dua anak bisa juga tidak melihat manakala mereka berkelahi. Wali murid itu menegaskan jika anaknya di rumah sosok disiplin. Sang wali murid pun mennyinggung Rahmah masih guru honorer hingga menyampaikan kata-kata kotor yang tak pantas. Terjadi keributan hingga membuat beberapa guru di sana berdatangan. Dalam video yang beredar tampak wali murid mengeluarkan ucapan bernada penghinaan menyebut guru dan kepala sekolah dengan kata T**k dan M****t.

Saat dihubungi Serambinews.com, via telepon seluler, meski beberapa kali harus berhenti berbicara lantaran masih dalam kondisi sakit dan bantuk, Rahmah bercerita kronologis penganiayaan yang dia alami. Dia mengaku mengalami penamparan dan dicubit kuat. Waktu itu, kata Rahmah kepalanya sempat memar dan bengkak. Peristiwa itu terjadi Rabu (20/11/2019) pukul 10.30 WIB.

Dikatakan, seperti biasa meski tidak ada jam mengajar sebagai guru dia tetap masuk ke sekolah. Rahmah adalah wali kelas III B, dan beberapa waktu sebelum kejadian tepatnya 22 Oktober anak pelaku berkelahi dengan teman sekelasnya. Saat itu, Rahmah sedang menulis di papan tulis dan diberitahu jika sang murid menangis. Lalu sebagai wali kelas, Rahmah mendamaikan sang murid karena hanya masalah kecil.

Lalu, lanjut Rahmah berselang sepekan yakni Sabtu (26/10/2019) lalu wali murid berinisial SN datang ke dalam kelas saat proses belajar sedang dimulai dan menghampiri langsung anaknya. Rahmah sempat menanyai sang murid mengapa ibunya datang dan ternyata SN (sebelumnya tertulis SH) mendengar hingga kembali masuk. Terjadi cekcok antara sang wali murid dengan Rahmah. Wali murid memprotes soal anaknya yang berantem dan tidak terima. Rahmah berusaha menjelaskan saat kejadian dia tengah menulis sehingga tidak melihat, namun sudah didamaikan. Lagipula, perkelahian sang murid diawali anak pelaku.

Rahmah juga menjelaskan bagaimana dia harus mengendalikan 31 murid di kelas tersebut yang notabene memiliki karakter berbeda. Padahal, kata Rahmah di rumah saja kadang hanya mengurus dua anak bisa juga tidak melihat manakala mereka berkelahi. Wali murid itu menegaskan jika anaknya di rumah sosok disiplin. Sang wali murid pun mennyinggung Rahmah masih guru honorer hingga menyampaikan kata-kata kotor yang tak pantas. Terjadi keributan hingga membuat beberapa guru di sana berdatangan.

Para guru pengarahkan untuk diselesaikan di kantor dan dihadapan kepala sekolah namun sang wali murid tetap tidak terima. Bukan hanya itu, sang wali murid juga mengucapkan sederet kata-kata kotor dan kasar namun para guru tetap sabar. Usai kejadian, guru mengundang muspika untuk encari solusi. Namun, lagi-lagi beberapa hari kemudian datang lagi suami SN. Rahmah takut hingga meminta bantuan Satpam menemani ke kelas. Ternyata suami SN mempersoalkan tangan anaknya ada luka cubitan.

Halaman
1234

Berita Terkini