Wali Murid Aniaya Guru

Kisah Rahmah, 14 Tahun Jadi Guru Honorer Upah Rp 300.000/Bulan, Pengabdiannya Berbalas Penganiayaan

Penulis: Khalidin
Editor: Nur Nihayati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RAHMAH Ama.Pd guru honorer di Sekolah Dasar (SD) Negeri Jambi Baru, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam

Para guru, kata Rahmah ada menanyai sang murid apakah tangannya dicubit wali kelas. Sang anak membantah. Begitulah Rahmah terus dihantui karena kerap dicegat sang wali murid. Bahkan akibat hal ini, anak Rahmah yang masih kelas I SD menjadi trauma hingga takut melintas ke sekolah. Kebetulan, untuk ke sekolah Rahmah harus melintas di depan rumah sang wali murid.

Lantas, tepat Rabu (20/11/2019) lalu, rahmah kembali dicegat sang wali murid dan menanyai berbagai masalah. Termasuk permintaan sang wali murid agar anaknya dipesijuek. Rahmah mengaku jika persoalan merupakan tanggungjawab kepala sekolah. Nah, sang wali murid tidak terima hingga terjadi penamparan dan menjambak jilbabnya hingga koyak. Anehnya, kata Rahmah meski ada yang menyaksikan tidak ada warga melerai hingga dia mengalami memar dan luka cubitan.

Dikatakan, saat dianianya dia tak tau lagi lantaran bergumul hingga jilbabnya ikut terkoak. Peristiwa miris ini terjadi tepat di depan pintu gerbang sekolah. Sayangnya, warga yang menyaksikan tidak ada melerai hingga Rahmah mengalami memar. Bahkan akibat penganiayaan, Rahmah belum berani masuk ke sekolah lantaran shock. Rahmah juga masih mengaku ada yang sakit bagian kepala sehingga belum mampu ke sekolah. Kalaupun ke sekolah, kata Rahmah dia harus ditemani karena trauma dan kuatir terhadap wali murid yang menganiayanya.

Rahmah mengaku telah melaporkan ke Mapolsek Sultan Daulat atas penganiayaan yang menimpanya dengan nomor surat tanda laporan LP-B/12/XI/2019/Sek Sultan Daulat 2019. Ramah telah di BAP penyidik kepolisian T Hendri Safrizal, Kamis (21/11/2019) lalu.

Di kepolisian sempat ada upaya mediasi namun pelaku dikabarkan tidak mau menghadiri panggilan polisi. Lantaran itu, Rahmah berharap kasus yang menimpanya ini dapat diproses hukum secara tunts agar tidak ada lagi kejadian serupa menimpa guru lain di manapun.”Saya berharap kasus ini diproses secara hukum sampai tuntas. Jangan sampai ada lagi kejadian sama yang menimpa guru. Terus terang kami trauma,s aya masih shock, anak saya takut,” ujar Rahmah.

Seperti diberitakan sebelumnya, kabar duka menyelimuti dunia pendidikan di Kota Subulussalam tepat beberapa hari sebelum peringatan hari guru nasional. Rahmah (35) seorang guru honorer di Sekolah Dasar (SD) Negeri Jambi Baru, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam dikabarkan dianiaya oleh wali murid hingga mengalami luka memar dan shock berat.

Informasi yang dihimpun Serambinews.com, penganiayaan terhadap Rahmah guru honorer tersebut terjadi Rabu (20/11/2019) lalu namun baru heboh pada Sabtu (23/11/2019) hari ini. Heboh lantaran banyaknya warga mengecam aksi main hakim terhadap guru di Kota Sada Kata ini. Apalagi kejadian ini di tengah momen menjelang hari guru nasional

Rahmah yang dikonfirmasi Serambinews.com, membenarkan kejadian penganiayaan terhadapnya yang dilakukan wali murid. Rahmah yang dihubungi masih dalam keadaan shock dan menceritakan kronologis hingga pristiwa pemukulan terhadapnya. Rahmah mengaku hanya mengingat beberapa pemukulan yang dialaminya berupa penamparan hingga membuat memar dan kepalanya bengkak. Selain itu, pelaku berinisial SN alias MP itu juga mencubitnya hingga membiru.

Dikatakan, saat dianianya dia tak tau lagi lantaran bergumul hingga jilbabnya ikut tersingkap. Peristiwa miris ini terjadi tepat di depan pintu gerbang sekolah. Sayangnya, warga yang menyaksikan tidak ada melerai hingga Rahmah mengalami memar. Bahkan akibat penganiayaan, Rahmah belum berani masuk ke sekolah lantaran shock. Rahmah juga masih mengaku ada yang sakit bagian kepala sehingga belum mampu ke sekolah. Kalaupun ke sekolah, kata Rahmah dia harus ditemani karena trauma dan kuatir terhadap wali murid yang menganiayanya.

Rahmah mengaku telah melaporkan ke Mapolsek Sultan Daulat atas penganiayaan yang menimpanya dengan nomor surat tanda laporan LP-B/12/XI/2019/Sek Sultan Daulat 2019. Ramah telah di BAP penyidik kepolisian T Hendri Safrizal, Kamis (21/11/2019) lalu.

Di kepolisian sempat ada upaya mediasi namun pelaku dikabarkan tidak mau menghadiri panggilan polisi. Lantaran itu, Rahmah berharap kasus yang menimpanya ini dapat diproses hukum secara tunts agar tidak ada lagi kejadian serupa menimpa guru lain di manapun.”Saya berharap kasus ini diproses secara hukum sampai tuntas. Jangan sampai ada lagi kejadian sama yang menimpa guru. Terus terang kami trauma, saya masih shock, anak saya takut,” ujar Rahmah.

Sementara Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Subulussalam Sahruddin Solin dalam keterangan persnya meminta polisi agar menuntaskan kasus ini secara hukum. Sahruddin menyatakan sangat menyayangkan apa yang dilakukan wali murid terhadap guru di daerah tersebut. PGRI sendiri awalnya berbaik hati dengan siap menyelesaikan kasus penganiayaan terhadap guru diselesaikan secara damai di sekolah. Namun, kata Saruddin, penganiaya belum menghadiri acara perdamaian di sekolah. Lantaran itu, kasus ini pun dibawa ke jalur hukum.”Kami dari PGRI siap untuk mendampingi korban,” kata Saruddin

Ketika ditanyakan apakah PGRI tetap mengharapkan penyelesaian tersebut di jalur hukum, Saruddin menyatakan awalnya sudah pernah ada upaya berdamai. Namun, kata Saruddin lantaran sekarang telah masuk ke ranah hukum maka PGRI akan menunggu proses tersebut diselesaikan sesuai aturan. Ini, kata Saruddin agar tidak adalagi kasus pemukulan terhadap guru terulang di kemudian hari.

Lebih jauh Saruddin mengaku kasus penganiayaan terhadap guru di Kota Subulussalam selama kepemimpinannya di PGRI merupakan kejadian kedua. Semula sempat ada kasus serupa di Suka Makmur, Kecamatan Simpang Kiri. Makanya, Saruddin berharap kasus guru dianiaya ini diselesaikan melalui jalur hukum. “Ini kasus kedua di Subulussalam, intinya kami meminta ini diproses secara hukum,”  ujar Saruddin

Saruddin menambahkan, PGRI Subulussalam telah turun ke lokasi menemui korban dan ke polisi. Dari informasi yang diterima PGRI Subulussalam, saat dianiaya korban mengalami memar dan bengkak. Lalu, kata Saruddin, saat pergumulan terjadi  korban sempat jatuh ke parit dan jilbabnya ikut tersingkap. Dampak penganiayaan ini membuat korban trauma dan takut mengajar.

Halaman
1234

Berita Terkini