Keterangan: Artikel ini ditulis oleh Aqib Farooq Mir, warga Khasmir yang diduduki oleh India.
Aqib menikah dengan Afiqah, perempuan asal Aceh Utara yang saat ini sedang menyelesaikan program doktor (Phd).
Aqib mengatakan dirinya suka membaca tentang sejarah Islam dan dia tertarik dengan sejarah Aceh yang sangat kaya dan menarik.
Kali ini, Aqib Farooq Mir menulis tentang sejarah Kota Banda Aceh dan Masjid Raya Baiturrahman.
Berikut artikel Aqib Farooq Mir yang dikirimkan kepada Serambinews.com.
The History Behind of Masjid Baiturrahman
Aceh adalah wilayah khusus Indonesia.
Ini adalah negara otonom dengan mayoritas Muslim.
Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia di mana orang hidup sesuai dengan kebiasaan dan hukum syariah.
Ibukotanya adalah Banda Aceh.
Dulu, (pada masa kesultanan) Banda Aceh adalah kota kosmopolitan.
Aceh memainkan peran yang sangat penting dalam pengembangan dan penyebaran Islam ke seluruh Kepulauan Melayu.
Provinsi ini sangat dekat dengan Kepulauan Andaman dan Nicobar di India.
Dalam artikel ini, saya ingin menjelaskan sejarah Masjid Baiturrahman, yang terletak di pusat Kota Banda Aceh.
Pada dasarnya, masjid ini dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612.
Ada pula yang berpendapat bahwa masjid asli dibangun oleh Sultan Alaidin Mahmudsyah pada tahun 1292.
Masjid Raya Baiturrahman adalah simbol kehidupan beragama dan keberanian orang Aceh.
Ini juga menjadi salah satu masjid yang terindah yang ada di Indonesia.
• Hubungan Aceh dan Turki dalam Pandangan Orang Khasmir, Sejarah yang Sangat Kaya dan Menarik
• Sultan Iskandar Muda di Mata Warga Khasmir, Pemimpin Muslim yang Saleh dan Sadar Akan Tuhan
• Duka Muslim Khasmir yang Kini Terisolasi
Masjid Raya Baiturrahman memiliki peran sangat penting dalam sejarah Aceh.
Masjid ini pernah menjadi simbol dan pusat perlawanan bersenjata orang-orang terhadap penjajah Belanda.
Karena itu pula, masjid ini pernah dibakar oleh prajurit kolonial Belanda pada tahun 1874.
Tindakan Belanda ini semakin membuat meningkatkan kemarahan orang-orang Aceh.
Setelah itu, pemerintah kolonial Belanda berusaha memperbaiki situasi di Aceh.
Jenderal van Swieten berjanji kepada penguasa setempat bahwa ia akan membangun kembali Masjid Baiturrahman untuk mendapatkan simpati dari rakyat Aceh.
Konstruksi dimulai pada 1879.
Batu pertama diletakkan oleh Tengku Qadhi Malikul Adil yang menjadi imam pertama.
Konstruksi ini diawasi oleh L.P. Luyks dan beberapa ahli lainnya.
Konstruksi selesai pada 1881 pada masa pemerintahan Daud Shah.
Sebagian besar bahan untuk Masjid ini berasal dari luar Aceh.
Varietas batu berasal dari Belanda.
Kelereng yang digunakan untuk lantai dan tangga berasal dari Cina, rangka besi untuk jendela dari Belgia, kayu untuk bingkai jendela dari Burma dan pilar besi berasal dari Surabaya.
Hal ini membuat biaya pembangunan Masjid ini menjadi sangat mahal.
Setelah dua tahun pembangunan, pemerintah Belanda menyerahkan Masjid kepada orang-orang Aceh melalui upacara resmi.
Masjid Baiturraham yang baru mengingatkan pada gaya arsitektur Arab, Eropa klasik, dan Moor.
Atapnya ditutupi oleh karakteristik kubah utama dari arsitektur Mughal.
Bentuk dasar kubah seperti drum segi delapan.
Kubahnya terbuat dari struktur kayu.
Pada awalnya, Masjid hanya memiliki satu kubah dan menara.
Kubah perlahan ditambahkan ke Masjid.
Saat ini Masjid memiliki tujuh kubah dan delapan menara dan masjid mencakup lebih dari 1500 meter persegi.
Masjid ini dirancang oleh arsitek Belanda Gerrit Bruins.
Desain yang dipilih adalah gaya kebangkitan Mughal, ditandai dengan kubah besar dan menara.
• FOTO- FOTO: Tarawih Malam Pertama Ramadhan 1440 H di Masjid Raya Baiturrahman
• VIDEO - Panglima Brunei Kagumi Keindahan Masjid Raya Baiturrahman
Sempat Ditolak
Pembangunan Masjid Baiturrahman oleh pihak Belanda berlangsung di bawah sengitnya perlawanan rakyat Aceh terhadap penjajah Belanda.
Sejarah mencatat, Perang Aceh yang berlangsung 1873 sampai 1903 adalah pertempuran sengit terpanjang dalam sejarah Belanda.
Sengitnya perlawanan rakyat Aceh, membuat ipaya Belanda untuk mendominasi bagian utara Sumatera tak pernah berhasil sepenuhnya.
Perang ini juga menyebabkan kerugian moneter yang sangat besar bagi pemerintah kolonial Belanda.
Pembangunan kembali Masjid Baiturrahman menjadi salah satu upaya pemerintah Belanda untuk mendapatkan simpati masyarakat Aceh.
Belanda mencoba melakukan pendekatan agama, setelah mengalami banyak kerugian dalam perang Aceh.
Tapi nyatanya, pembangunan kembali Masjid Baiturrahman tetap tidak bisa melunakkan hati rakyat Aceh.
Bahkan pada awalnya orang Aceh menolak menggunakan masjid ini.
Mereka beranggapan, masjid ini dibangun oleh penjajah Belanda yang merupakan musuh rakyat Aceh dan agama mereka.
Perang antara pemerintah kolonial Belanda dan orang-orang Aceh, dilihat sebagai perang yang tidak hanya untuk kekuasaan atau wilayah.
Tapi itu juga perang agama antara pemerintah kolonial Belanda dan orang-orang Aceh.
Apalagi beredar kabar saat itu bahwa Masjid Baiturraham dirancang dalam bentuk salib.
Hal ini menyebabkan konflik spasial antara orang Aceh dan pemerintah kolonial Belanda.
Orang-orang Aceh merasa kecewa dengan desain Masjid Baiturrahman.
Karena itu, pada tahun 1936, gubernur Van Aken memerintahkan untuk memperluas Masjid Baiturrahman.
Desain Masjid diubah menjadi rencana persegi panjang.
Kebijakan ini mengubah sudut pandang orang Aceh terhadap Masjid Baiturrahman.
Kala itu, satu per satu kerajaan di Pulau Sumatera jatuh dan menjadi bagian dari pemerintah kolonial Belanda.
Medan-Deli, Langkat, dan Siak jatuh ditaklukkan dan jatuh ke tangan pemerintah kolonial Belanda.
Strategi politik pemerintah Kolonial Belanda untuk membangun kembali masjid, juga membuat Belanda merasa sedikit tenang di Aceh.
Meski tidak benar-benar bisa ditaklukkan.
Kini, Masjid Baiturrahman adalah masjid yang sangat terkenal di Aceh.
Setiap tahun ribuan orang datang mengunjungi masjid yang indah ini.
Masjid yang terletak di jantung kota Banda Aceh ini adalah kebanggaan masyarakat Aceh.
Orang menemukan ketenangan dan kebahagiaan di masjid yang selamat dari tsunami dahsyat pada tahun 2004.