Konflik Iran Amerika

Penjelasan Resmi Menhan AS, 11 Rudal Iran Hantam Ain al-Asad, Satu di Erbil, dan Empat Tak Berfungsi

Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mark Esper memberikan keterangan pers setelah dilantik sebagai Kepala Departemen Pertahanan Amerika Serikat, dalam sebuah upacara yang diselenggarakan oleh Presiden Donald Trump dan dihadiri sejumlah anggota parlemen dari Partai Republik, Juli 2019.

SERAMBINEWS.COM, WASHINGTON - Iran meluncurkan lebih dari selusin rudal balistik dari tiga lokasi di negara itu.

Rudal-rudal tersebut menyasar dua pangkalan militer di Irak, di mana tentara AS berada.

“Tetapi tidak ada korban karena sistem peringatan dini militer,” kata Menteri Pertahanan AS Mark Esper, seperti dikutip Serambinews.com dari Kantor Berita Turki Anadolu Agency.

Esper menyampaikan hal itu dalam konferensi pers di Pentagon, Rabu (8/1/2020) malam waktu Amerika Serikat atau Kamis pagi waktu Indonesia.

Esper memberikan keterangan pers setelah bertemu dengan Ketua Umum Gabungan AS Jenderal Mark Milley dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat.

“Iran tadi malam mengirim 16 rudal jarak pendek dari tiga wilayah berbeda ke dua pangkalan tempat tentara AS dan koalisi ditempatkan,” kata dia.

“Sebelas rudal menghantam pangkalan Ain al-Asad dan satu mengenai pangkalan Erbil. Beberapa gudang, parkir, dan helikopter rusak di pangkalan al-Asad,” lanjutnya.

Empat rudal tidak berfungsi dan gagal mengenai target mereka, tambahnya.

Israel Balas Ancaman Iran: Siapa pun yang Menyerang Kami akan Mendapat Pukulan Keras

Update Terbaru Konflik Iran Vs Amerika, Donald Trump Mendadak Ajak Iran Berdamai

Esper tidak menjawab pertanyaan tentang apakah AS dan Irak diberi tahu sebelum serangan itu.

Dia mengatakan serangan itu bukan tembakan acak.

"Berdasarkan apa yang kulihat, itu adalah serangan dengan tujuan menyebabkan kerusakan struktural dan kehilangan personel."

Serangan itu dilakukan oleh Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran.

Iran mengatakan mereka datang sebagai balasan atas pembunuhan Kepala Pasukan Quds elit Iran, Qassem Soleimani, dalam serangan udara di luar Bandara Internasional Baghdad.

Serangan udara yang menewaskan Qassem Soleimani dan beberapa pemimpin milisi pro Iran, merupakan imbas dari serangkaian aksi saling tuding antara AS dan pasukan yang didukung Iran.

Aksi saling tuding ini bermula dari tindakan pembunuhan seorang kontraktor Amerika di sebuah pangkalan AS di Irak akhir bulan lalu.

Amerika menuduh pembunuhan kontraktor sipil itu dilakukan oleh milisi yang didukung pasukan Iran.

Amerika kemudian membalas tindakan itu dengan serangan udara terhadap milisi yang didukung Iran.

Milisi ini dinilai bertanggung jawab atas pembunuhan kontraktor Amerika.

Serangan udara Amerika ini menewaskan lusinan orang.

Pada Selasa pekan lalu, sekelompok milisi dan demonstran yang marah atas serangan udara terhadap milisi yang didukung Iran, menyerang Kedutaan AS di Baghdad.

Pejabat AS menunjuk Jenderal Qassem Soleimani sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas serangan di Kedubes AS ini.

Amerika mengklaim, jika serangan udara yang membunuh Soleimani tidak dilakukan, maka akan berdampak pada hilangnya nyawa ratusan nyawa orang Amerika di Irak.

Kematian Soleimani ini menandai peningkatan drama ketegangan antara AS dan Iran.

Hubungan antara Amerika dan Iran kerap memanas semenjak Presiden Donald Trump, pada tahun 2018, memilih menarik diri secara sepihak dari pakta nuklir 2015 yang dibuat oleh kekuatan-kekuatan dunia.

Markas Militernya Diserang, Trump Pilih Mundur dan Menarik Diri dari Peluang Perang dengan Iran

Iran Serang Pangkalan Militer AS di Irak, Donald Trump Balas dengan Cuitan di Twitter

Kontroversi Serangan ke Situs Budaya

Pada Senin (6/1/2020) lalu, Menteri Pertahanan Amerika Serikat Mark T. Esper berusaha untuk meredam protes internasional dengan mengesampingkan serangan militer pada situs budaya di Iran jika konflik dengan Teheran meningkat lebih lanjut.

Kecaman internasional itu mencuat setelah Presiden Trump mengancam untuk menghancurkan beberapa ikon berharga di Iran.

Dikutip Serambinews.com dari New York Times, Esper mengakui bahwa menyerang situs budaya yang tidak memiliki nilai militer dan akan menjadi kejahatan perang.

Sikap ini menimbulkan spekulasi bahwa Esper telah berselisih pendapat dengan Presiden Trump yang bersikeras tempat-tempat seperti itu akan menjadi target yang sah.

Ancaman-ancaman Trump menimbulkan kecaman di dalam dan luar negeri.

Sementara para pemimpin militer Amerika menegaskan akan menegakkan hukum perang.

"Kami akan mengikuti hukum konflik bersenjata," kata Esper pada jumpa pers di Pentagon ketika ditanya apakah situs budaya akan ditargetkan seperti yang disarankan presiden pada akhir pekan.

Ketika seorang wartawan bertanya apakah itu berarti "tidak" karena hukum perang melarang penargetan situs budaya, Mr. Esper setuju.

"Itulah hukum konflik bersenjata."

Fakta Dibalik Pembunuhan Hakim Jamaluddin: dari Asmara, Dendam, Perselingkuhan dan Isu Harta Warisan

Harga Emas Kamis, 9 Januari 2020 - Harga Emas Antam Turun Rp 17.000, Berikut Rinciannya

Pada hari Sabtu, Presiden Trump mengatakan bahwa Amerika Serikat telah mengidentifikasi 52 target potensial di Iran jika membalas serangan drone Amerika yang menewaskan Mayjen Qassim Suleimani.

Seorang pejabat administrasi yang meminta identitasnya tidak dipublish kemudian mengoreksi presiden.

“Tidak ada target yang memenuhi syarat sebagai situs budaya,” kata dia.

Meskipun demikian, Trump dengan santai mengatakan di Twitter bahwa mereka memasukkan situs-situs "tingkat sangat tinggi & penting bagi Iran & budaya Iran," dalam target serangan.

Saat dikonfirmasi wartawan yang terbang bersamanya dalam Air Force One keesokan harinya, Trump menampik protes dunia internasional dengan mengatakan, “Iran dapat membunuh rakyat kami" sementara "kami tidak diizinkan menyentuh situs budaya mereka,".

Komentar tersebut menuai protes dari Iran dan musuh Amerika lainnya.

Mereka mengatakan, sikap ini menunjukkan bahwa Trump adalah agresor, tidak hanya terhadap pemerintah Iran tetapi juga terhadap rakyatnya, sejarahnya, dan kebangsaannya.

Para pemimpin militer dibiarkan dalam posisi canggung untuk mencoba menegaskan kembali komitmen mereka terhadap generasi aturan perang tanpa membuat marah panglima tertinggi dengan menentangnya.

Pernyataan Trump bahkan meresahkan beberapa sekutunya, yang menganggap mereka sebagai gangguan yang tidak perlu pada saat presiden harus memusatkan perhatian pada kesalahan Iran daripada menjanjikan sebagian dari sekutunya sendiri.(Anadolu Agency/The New York Times)

Berita Terkini