Salah satu pengorbanan terberat adalah harus terpisah dengan anak dan istri ketika menjalani program S2, karena sang istri saat itu juga sedang studi di Australia, sementara sang anak justru tinggal di Medan bersama mertua.
"Tapi KM menjalani itu semua dengan sabar dan tawakal, sambil terus berdoa agar dimudahkan," kata Rektor Unsyiah, Prof Dr Samsul Rizal MEng, IPU, Selasa malam.
Dan kini kesabaran Khairul Munadi itu menunjukkan buah manisnya.
Bahkan bukan saja Khairul Munadi, sang istri tercinta, Fitri Arnia,
berbarengan dikukuhkan sebagai profesor baru di Fakultas Teknik, Unsyiah.
• Update Situasi Terkini Wabah Virus Corona di 9 Negara Timur Tengah, 15 Orang Meninggal di Iran
Sang istri
Fitri Arnia, salah satu profesor muda di Fakultas Teknik Unsyiah yang Rabu besok dikukuhkan sebagai profesor, berbarengan dengan suaminya, Prof Dr Khairul Munadi.
Filosofi hidupnya sederhana, yaitu menjalani kehidupan secara konsisten dan bertanggung jawab, apa pun pilihannya.
Fitri lahir di Kisaran, Sumatera Utara, pada 12 November 1973 dari keluarga besar yang sangat menyukai seni.
Ia memperoleh banyak pembelajaran, terutama untuk karakter dan kepribadian dari keluarga besarnya.
Fitri belajar konsistensi dan kesungguhan dari sang ayah, Dr H Afifuddin.
Oleh karena itu, ia meyakini bahwa apa pun yang dipilih dan digeluti dengan penuh kesungguhan, insyaallah akan memberikan hasil yang luar biasa.
Sementara itu, dari sang ibu, Hajjah Asniah, Fitri belajar kesetiaan dan tanggung jawab.
Hal ini menjadikannya sosok yang berusaha keras untuk menunaikan setiap tanggung jawab yang dibebankan kepadanya sekuat tenaga.
Fitri kecil tak pernah bermimpi menjadi profesor, apalagi untuk bidang yang ditekuninya saat ini.
Karena, walaupun Fitri selalu mendapat nilai tinggi di sekolah, terutama bahasa Inggris dan eksakta, tapi Fitri justru memiliki 'passion: yang kuat untuk bidang penulisan dan juga seni.
Buktinya, tulisan pertamanya bahkan sudah dimuat di Koran Waspada ketika usianya belum genap 12 tahun, dan pertunjukan seninya saat itu, berhasil menembus televisi.
Sesuai bakat seni yang kental dalam darahnya, awalnya Fitri ingin masuk Jurusan Teknik Arsitektur, tapi sang ayah meyakinkannya untuk mendaftar di Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.
Tak bisa dipungkiri bahwa darah elektro sangat kuat dalam keluarga besar Fitri. Selain ayahnya, empat dari lima saudara kandung Fitri juga insinyur elektro.
Tonggak sejarah elektro dalam keluarga Fitri bahkan sudah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda, ketika kakeknya bekerja di OGEM, semacam PLN pada masa Belanda.
Inilah yang menguatkan niat Fitri untuk menuruti keinginan sang ayah, dan kuliah di Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.
Dan takdir Allah, darah elektro keluarga ini beberapa tahun kemudian bertambah lagi, karena Fitri menikah dengan Khairul Munadi, yang lulusan Teknik Elektro juga.
Meskipun begitu, darah seninya tetap bergelora, sehingga alih-alih mengambil jurusan listrik atau elektro arus kuat.
Fitri justru memilih bidang arus lemah, dan memilih skripsi yang masih ada hubungannya dengan bidang seni, yaitu tentang suara atau musik serta tuturan atau wicara.
Oleh karena itu, lahirlah skripsinya berjudul: Linear Predictive Coding untuk Speech Synthesis.
Fitri diterima sebagai dosen di Jurusan Teknik Elektro Unsyiah pada tahun 1999.
Tiga tahun kemudian, Fitri memperoleh beasiswa untuk melanjutkan S2 di bidang teknik elektro di University of New South Wales, Australia.
Di tempat ini, Fitri berkesempatan untuk memperdalam kepakarannya tentang pemrosesan wicara dan audio, serta citra, dan video.
Tesis S2-nya masih berhubungan dengan audio, khususnya Audio Watermarking.
Fitri menyelesaikan S2-nya tahun 2004, setelah melewati masa-masa berat karena terpisah dengan suami, Khairul Munadi, yang sedang sekolah di Jepang, dan anak tercinta yang terpaksa ditinggal sementara di Indonesia.
Tapi hal ini tidak berlangsung lama, Fitri kembali dapat berkumpul dengan keluarganya di Jepang, setelah memperoleh kesempatan untuk melanjutkan S3 di Tokyo Metropolitan University, tempat suaminya kuliah.
Fitri memilih untuk lebih banyak membahas citra digital, khususnya tentang studi kemiripan citra dalam tesis S3-nya.
Dengan latar belakang kepakaran teknik elektro serta bakat seni yang sangat kental, Fitri pun mengembangkan riset yang masih berhubungan dengan minat-minat utamanya.
Risetnya berkaitan dengan minatnya membaca: yaitu riset tentang binerisasi atau optical character recognition untuk naskah digital Jawi kuno yang ada di Aceh.
Selain itu, ia juga melakukan riset yang berkaitan dengan minatnya pada citra secara umum dan desain busana: yaitu mengembangkan sistem temu kembali citra busana berdasarkan warna, bentuk dan sketsa.
Berbekal kepakarannya, Fitri telah memublikasikan puluhan hasil karya ilmiah penelitian dalam bentuk jurnal, prosiding conferens, buku, bahkan dalam bentuk paten.
Menurut Rektor Unsyiah, nama Fitri Arnia termasuk yang selalu muncul sebagai pemenang hibah penelitian serta hibah pengabdian kepada masyarakat setiap tahun.
Fitri Arnia adalah sosok representatif untuk menggambarkan bahwa apa pun minat seseorang, dapat saja dikolaborasikan dengan bidang yang digelutinya kemudian.
Syaratnya dijalani dengan sungguh-sungguh, istikamah, penuh tanggung jawab, dan penuh kesabaran.
Akhirnya, selamat untuk pasutri yang dikukuhkan sebagai profesor di Unsyiah Rabu pagi.
Hal yang belum pernah terjadi sebelumnya hingga Kampus Jantong Ate Rakyat Aceh ini berumur 58 tahun. (*)