Kupi Beungoh

Taeun Corona dan 7 Local Wisdom di Aceh, Mulai dari Sira, Ie Lam Guci, Toet Leumang, Hingga On Ranup

Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Budayawan Aceh Ayah Panton atau Syamsuddin Jalil (kiri) dan Hasan Basri M. Nur (kanan).

Hanya saja wabah yang melanda dunia pada masa lampau penyebarannya tidak cepat ke belahan bumi lain karena teknologi transportasi dan media informasi kala itu masih sangat terbatas.

Aceh sendiri disebutkan pernah ditimpa wabah kolera pada akhir abad ke-19 yang dibawa oleh serdadu Belanda dari Batavia (Jakarta).

Orang Aceh menyebut wabah penyakit sebagai “taeun” atau “taeut” yang diadopsi dari Bahasa Arab “thaun”.

Pengalaman pernah didera wabah tentu melahirkan pengetahuan baru (local wisdom/kearifan lokal) yang diwariskan kepada generasi pelanjut.

Kata orang bijak, pengalaman adalah guru paling berharga dalam hidup.

Melalui tulisan ini kami hendak menyajikan beberapa local wisdom Aceh yang relevan dalam menghadapi wabah “taeun”.

BREAKING NEWS - Hasil Rapid Test, Satu Warga Pidie Positif Corona

Produksi Masker, Solusi Jitu Taiwan Tekan Korban COVID-19

1. Garam dan Mandi Laut

Garam dipercaya menjadi media imunitas tubuh.

Beberapa pakar kesehatan menganjurkan manusia agar berkumur-kumur dengan air garam guna membentengi tubuh dari serangan virus.

Dalam tradisi masyarakat Aceh, garam digunakan saat “peucicap” (memperkenalkan rasa) kepada bayi yang baru lahir.

Tradisi peucicap sudah berlangsung lama dalam masyarakat Aceh.

Selain memperkenalkan rasa asin yang melekat pada garam, kepada bayi juga diperkenalkan rasa manis yang ada pada madu.

Garam dan madu dipercaya mampu memperkuat imun tubuh sehingga berfungsi semacam imunisasi bagi anak.

Selain itu, dalam hidangan pada acara kenduri di Aceh lazim disediakan garam dalam piring kecil.

Selain berfungsi sebagai penambah rasa, garam juga dipercaya menjadi penangkal berbagai virus terhadap makanan yang disajikan.

Halaman
1234

Berita Terkini