Alih-alih "meratakan kurva" kasus-kasus positif sebagaimana dilakukan negara-negara lain, pendekatan Ardern adalah benar-benar menghentikan penyebaran.
Seluruh penduduk Selandia Baru ditempatkan dalam karantina wilayah alias lockdown ketika kasus di negara ini baru tercatat beberapa puluh.
Selain menutup perbatasan dan memberlakukan karantina wilayah, negara itu melakukan karantina terhadap semua orang yang tiba di negara itu, dan melakukan pengujian ekstensif dan menggelar pelacakan kontak.
Ardern mengatakan hasil analisa pemodelan mengindikasikan bahwa Selandia Baru bisa memiliki lebih dari 1.000 kasus sehari jika tidak melakukan kebijakan lockdown secara cepat.
Dia mengatakan negaranya tidak akan pernah tahu seberapa buruknya, tetapi bahwa "melalui tindakan kumulatif, kami telah mampu menghindari dampak terburuk".
Pada tengah malam waktu setempat (12:00 GMT pada Senin 27 April), Selandia Baru akan melonggarkan kebijakan lockdown dari Tingkat Empat ke Tingkat Tiga.
Itu berarti sebagian besar kegiatan bisnis akan dapat dibuka kembali - termasuk restoran, tapi dibatasi pelayanan yang dibawa pulang (takeaways) - tetapi tidak yang melibatkan kontak tatap muka.
Warga Selandia Baru diperintahkan agar tetap berpegang pada "gelembung" mereka - sekelompok kecil teman dekat atau keluarga - dan berdiri sejauh dua meter dari orang-orang di luar.
Pertemuan massal masih dilarang, pusat perbelanjaan tetap tutup, dan sebagian besar anak-anak dilarang ke sekolah.
Sementara perbatasan Selandia Baru akan tetap ditutup.
• Panen Raya di Tengah Wabah Covid-19, Petani Aceh Tamiang Dilarang ‘Ekspor’ Padi
• Truk Trado dan Excavator yang Terperosok di Jembatan Pantai Dona Bobotnya Mencapai 28 Ton
• Media Asing Sorot Angka Kematian Akibat Covid-19 di Indonesia Capai Lebih dari 2.200 Orang
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PM Selandia Baru Klaim Menang Pertempuran Melawan Covid-19"