Jurnalisme Warga

Melirik Potensi Budi Daya Belimbing Wuluh di Aceh

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ELFIANA, Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim, melaporkan dari Matangglumpang Dua, Bireuen

OLEH ELFIANA, Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim, melaporkan dari Matangglumpang Dua, Bireuen

BELIMBING  wuluh (Averrhoa bilimbi) dikenal juga sebagai belimbing sayur oleh masyarakat luas, salah satu bahan pelengkap beberapa masakan.

Belimbing yang berasa asam ini merupakan sejenis pohon kecil yang diperkirakan berasal dari kepulauan Maluku dan dikembangbiakkan serta tumbuh bebas di Indonesia, Filipina, Sri Lanka, Myanmar, dan Malaysia.

Secara umum belimbing wuluh ini sering digunakan masyarakat Indonesia sebagai pelengkap bumbu masak dan sering digunakan dalam campuran kuah sayur.

Belimbing ini sangat banyak manfaatnya, selain untuk campuran kuah sayur dan bumbu masak belimbing wuluh juga digunakan untuk obat-obatan alami, di antaranya untuk mengontrol hipertensi, mengobati diabetes, mengobati alergi, dan banyak lagi manfaatnya.

Khusus di Aceh, sejauh yang saya amati, belimbing wuluh sering digunakan sebagai campuran dalam berbagai macam makanan khas Aceh, seperti sambal udang belimbing wuluh (asam udeung), sambal ebi belimbing wuluh (cicah sabe), sayur asam belimbing wuluh, ikan teri sambal belimbing wuluh, pepes ikan belimbing wuluh, ikan teri sambal belimbing wuluh, dan lainnya.

Selain itu, belimbing wuluh juga digunakan masyarakat Aceh sebagai bumbu masak khusus yang biasa disebut dengan asam sunti. Sunti  adalah belimbing wuluh yang sudah dikeringkan dengan paparan sinar matahari yang dicampur dengan garam sebagai penambah rasa agar menghasilkan asam sunti  berkualitas dan enak digunakan dalam bumbu masak. 

Asam sunti  merupakan bumbu masak khas Aceh yang biasa digunakan sehari-hari oleh masyarakat Aceh. Penggunaan asam sunti di kalangan masyarakat Aceh dalam menu makanan merupakan suatu keharusan karena asam sunti merupakan ciri khas dalam setiap masakan Aceh seperti kuah ikan  asam keu’eung, kuah ikan cecrah  (kuah tumis) yang merupakan kuah khas Aceh, dan lain-lain.

Sebenarnya kuah-kuah yang dimasak masyarakat Aceh hampir sama dengan kuah masakan orang di daerah Sumatra lainnya. Yang membedakannya adalah dalam penggunaan asam sunti.

Buah belimbing memiliki kelebihan dari rasanya yang khas serta kandungan gizinya yang  cukup baik. Belimbing sering disebut sebagai buah pemberi kesegaran karena kandungan airnya yang tinggi, yaitu 90 gram per 100 gram buah. Zat gizi lain yang banyak terkandung dalam belimbing adalah kalori, vitamin A, dan vitamin C.

Melihat banyaknya manfaat yang dimiliki pohon belimbing ini seharusnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Aceh untuk membudidayakan pohon ini dalam rangka meningkatkan pendapatan keluarga. Namun, saat ini yang saya lihat masih jarang masyarakat Aceh membudidayakan tanaman ini. Yang ada hanyalah dibudidayakan untuk sekadar memenuhi kebutuhan keluarga saja dengan menanam satu atau dua batang di pekarangan rumah.

Seandainya pohon belimbing wuluh dibudidayakan, dari sudut pandang agribisnis sangatlah bagus untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan pendapatan keluarga, mengingat pohon ini juga sangat mudah tumbuh di Aceh yang beriklim tropis. Tanaman ini dapat tumbuh di mana saja, baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah.

Belimbing wuluh dapat tumbuh subur di berbagai macam media tanah, mulai tanah lempung hingga tanah pasir. Anda pun dapat membudidayakan belimbing wuluh di pekarangan rumah.

Jika Anda berminat melakukan budi daya belimbing wuluh, hal pertama yang perlu disiapkan adalah bibit. Untuk mendapatkan bibit belimbing wuluh ada dua cara, yaitu dari biji (generatif) dan dari stek, cangkok, sambung pucuk (vegetatif). Sangat disarankan untuk menggunakan bibit dari perbanyakan vegetatif.  Hal ini karena dengan teknik perbanyakan vegetatif tanaman akan cepat berbuah.

Pada budi daya belimbing wuluh penyiraman dapat dilakukan dua kali sehari secara rutin, pagi dan sore hari.

Buah belimbing wuluh biasanya dapat dipanen setelah berumur satu tahun pascatanam. Ciri buah yang telah siap dipanen adalah buah yang sudah besar dengan warna yang agak pudar. Mudahnya pembudidayaan belimbing wuluh seharusnya bisa memotivasi masyarakat untuk membudidayakan tanaman ini guna menghasilkan nilai ekonomi yang lebih.

Khusus bagi masyarakat Aceh budi daya belimbing wuluh sangat baik untuk dilakukan mengingat keseharian masyarakat Aceh tidak bisa terlepas dari belimbing wuluh, terutama dalam penggunaan asam sunti. Saat ini harga asam sunti berkisar Rp5.000 sampai Rp8.000/ kilogram, tergantung dari kualitasnya.

Melihat tingginya harga asam sunti rasanya sangat bagus untuk dilakukan pembudidayaan pohon belimbing wuluh secara besar-besaran di Aceh.

Namun, sejauh yang saya amati, pembudidayaan belimbing wuluh masih kurang diminati oleh masyarakat Aceh, bisa saja karena kurang informasi yang didapatkan sehingga masyarakat Aceh masih belum maksimal melakukan budi daya belimbing wuluh.

Dalam benak masyarakat Aceh, pohon belimbing wuluh memiliki prospek yang kurang bagus dibandingkan dengan tanaman lain. Padahal, kalau kita mau menekuni dengan betul-betul pembudidayaan tanaman ini akan mampu menopang perekonomian keluarga. Percayalah!

Melihat banyaknya manfaat dari belimbing wuluh tentu pembudidayaan pohon ini tidak akan sia-sia kita lakukan, terlebih bagi masyarakat Aceh yang sangat fanatik terhadap buah ini, di mana dalam setiap masakannya selalu menggunakan buah belimbing maupun asam sunti.

Sebenarnya di luar Aceh prospek pemasaran belimbing wuluh ini semakin baik. Hal ini antara lain disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan semakin banyaknya konsumen menyadari pentingnya kecukupan gizi dari buah-buahan.

Selain itu, penyuluhan yang diberikan pemerintah daerah tentang pentingnya pembudidayaan belimbing wuluh ini harus sering dilakukan sehingga masyarakat paham akan pentingnya pembudidayaan belimbing wuluh.

Dengan banyaknya budi daya pohon belimbing wuluh maka jumlah produksi yang dihasilkan juga semakin banyak. Peningkatan produksi ini terjadi sebagai akibat adanya perkembangan dalam segi teknis maupun nonteknis. Pertambahan luas areal tanam, semakin banyaknya tanaman yang berproduksi, serta berkembangnya teknologi produksi yang diterapkan petani merupakan perkembangan dari segi teknis.

Perkembangan dari segi nonteknis adalah semakin intesifnya bimbingan dan fasilitas yang diberikan kepada petani dan pelaku usaha, semakin baiknya manajemen usaha yang diterapkan pelaku usaha, dan adanya penguatan kelembagaan agribisnis petani.

Oleh karena itu, rasanya sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat Aceh untuk membudidayakan tanaman ini. Hal ini mengingat banyaknya manfaat yang dihasilkan oleh pohon belimbing wuluh ini, apalagi di Aceh buah belimbing wuluh dan asam sunti tidak bisa terlepas dari campuran dalam setiap makanan yang dimasak.

Dilihat dari sudut pandang agribisnis, pembudidayaan pohon belimbing wuluh sangat baik dilakukan oleh masyarakat Aceh, karena selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, dari sisi ekonomi buah belimbing wuluh bisa dijual mentah. Namun, bisa juga dimanfaatkan untuk pembuatan asam sunti yang tentunya asam sunti ini bisa dijual baik itu ke pasar maupun kepada orang-orang yang membutuhkan asam sunti. Dengan demikian, mampu memberikan nilai tambah dari segi pendapatan keluarga.

Setiap usaha yang akan kita tekuni pasti membuahkan hasil yang baik selama usaha tersebut kita lakukan dengan penuh kesungguhan. <3lfiana83@gmail.com>

Berita Terkini