Walau setelah menempati ruangan yang ber-AC, tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Atau sibuk menghitung pos anggaran mana yang bisa diramah.
Padahal orang-orang tua Aceh dahulu telah memperingatkan kita dengan tegasnya;
“Meunyeu careung bak tapeulaku, boeh labu jeut keu asoe kaya. Meunyeu hana tatu’oeh peulaku, aneuk teungku jeut keu beulaga”.
Kondisi ini sekaligus menunjukkan kepada masyarakat Aceh bahwa para elit dan pejabatnya tidak memiliki kemampuan walaupun sekedar mengurus sapi. Padahal sapi-sapi tersebut hanya butuh pakan saja.
Bagaimana mengurus kesejahteraan rakyatnya yang sangat dinamis dengan berbagai latar, kebutuhan dan kepentingan.
• Plt Gubernur Aceh Lepaskan Sapi Karantina ke Padang Penggembalaan
Agar program Aceh Hebat tidak memalukan, kalau memang tidak mampu ada baiknya sapi-sapi tersebut disalurkan saja kepada masyarakat agar hidupnya tidak teraniaya dengan berbagai pola kearifan local seperti mawah dan sebagainya.
Bagaimana kita bisa bangkit dari peringkat termiskin se-Sumatera kalau sapi lebih baik dibiarkan mati daripada disalurkan kepada masyarakat.
Kemudian berkoar-koar bahwa sapi-sapi tersebut tanggung jawab rezim sebelumnya yang telah menghabiskan uang negara milyaran rupiah.
*) PENULIS adalah mahasiswa program Doktor dalam bidang International Development, Fakultas Art & Design, University of Canberra, Australia, mengajar pada jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.