Berita Aceh Besar

Potret Buram Pulo Aceh, Keprihatinan tak Kunjung Usai

Penulis: Nasir Nurdin
Editor: Nasir Nurdin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pusat perkantoran di Lampuyang, ibu kota Kecamatan Pulo Aceh—termasuk kantor camat—tampak tak terurus, menyemak dan rusak di sana-sini. Foto direkam, Rabu (24/6/2020).

Seorang pekerja sosial dan aktivis kebencanaan, Imran SE MSM, dua hari lalu jalan-jalan ke Pulo Aceh, satu kecamatan kepulauan di Kabupaten Aceh Besar. Sesaat setelah merapat di pelabuhan nelayan Lampuyang, Kemukiman Pulau Breuh Selatan, Imran langsung merekam beberapa bangunan publik di ibu kota kecamatan Pulo Aceh tersebut. “Prihatin sekali, Bang. Seperti negeri tak bertuan,” tulis Imran dalam caption fotonya yang dikirim ke Serambinews.com.

SERAMBINEWS.COM, ACEH BESAR – Masyarakat Pulo Aceh tentu bangga dengan berbagai sebutan indah yang ditabalkan untuk wilayah mereka.

Salah satu sebutan paling menginspirasi adalah ‘kepingan surga’ di dunia. Sebuah sebutan untuk menggambarkan betapa indahnya pesona alam Pulo Aceh. Tak ada yang menafikan itu.

Masyarakat Kecamatan Pulo Aceh yang mendiami 17 gampong (desa) dalam wilayah tiga kemukiman—Pulau Breuh Selatan, Pulau Breuh Utara, dan Pulau Nasi—tidak saja berharap nama indah, tetapi lebih dari itu,  harus ada gerak di atas 'kepingan surga.'

Fasilitas Pelabuhan Penyeberangan Pulo Aceh di Kemukiman Pulau Nasi. (For Serambinews.com)

Katakanlah, kalau memang Pulo Aceh itu indah dan sangat menjanjikan sebagai destinasi wisata, apa yang sudah dilakukan untuk itu.

Katakanlah, kalau memang potensi di sektor perikanan, apa yang sudah dilakukan untuk itu.

Katakanlah potensi sektor perkebunan/pertanian, apa pula yang sudah digarap?

Dan, masih banyak sektor-sektor potensial lain yang selama ini masih sebatas enak untuk diucapkan, belum dikelola secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat.

UPDATE Data Corona di Aceh Tanggal 25 Juni 2020: Hari Ini Bertambah 4 Kasus Positif

Tgk Amran Resmi Dilantik Jadi Bupati Aceh Selatan, Ini Harapan Gubernur Aceh

Di sektor pelayanan publik, juga setali tiga uang.

“Perkantoran pemerintah, termasuk kantor camat di Lampuyang tampak menyemak.

Menurut kabar, ada seorang warga setempat yang jadi PNS dan bertugas di kantor camat, tak tahu harus berbuat apa.

"Akhirnya dia pelihara lembu di samping kantor,” kata Zailami Sofyan Abdullah, seorang warga Pulo Aceh dari Gampong Gugop, sebuah desa di sekitar ibu kota kecamatan.

Zailami menceritakan, sudah puluhan tahun Pulo Aceh menjadi kecamatan sendiri, berpisah dari induknya, Kecamatan Peukan Bada.

Tapi, kata Zailami, apa yang dirasakan tak sebanding dengan rentang usia. Kalau nggak salah, lanjut Zailami, sudah tujuh kali ganti camat.

Daftar Harta Kekayaan Megawati Soekarnoputri, Asetnya Tersebar di Seantero Jawa

Viral Kesulitan Jaringan Internet, Mahasiswi Ini Masuk ke Hutan Presentasi Bahan Kuliah

Dalam hal pelayanan publik, ungkap Zailami, karena pelayanan di Kantor Camat Pulo Aceh tak bisa diharapkan, tak jarang mereka harus ke daratan, meminta bantu ke kecamatan induk di Peukan Bada.

Halaman
12

Berita Terkini