“Misalnya untuk urus akte kelahiran atau kebutuhan administrasi kependudukan lainnya. Syukurlah mereka mau membantu, karena maklum dengan kondisi kami,” ujar Zailami.
Untuk ke daratan (Banda Aceh-Aceh Besar), lanjut Zailami, bukan hal mudah karena berkonsekwensi pada biaya yang harus dikeluarkan.
“Minimal harus ada Rp 200.000. Akan bertambah besar kalau anak atau istri minta ikut. Belum lagi untuk beli oleh-oleh. Kan harus juga bloe-bloe boh kayee," ujar pria yang terkesan sangat komunikatif dan blak-blakan ini.
• Terduga 2 Pria yang Jambret Dompet Seorang Mahasiswi di Aceh Utara Berhasil Ditangkap
Zailami berharap, secara pribadi—dia yakin juga masyarakat Pulo Aceh sependapat—kalaupun pelayanan publik di kantor kecamatan tidak bisa full seperti di tempat lain—karena berbagai alasan—paling tidak satu atau dua hari dalam seminggu, sudah cukup bagi mereka.
“Jangan seperti sekarang, kantor (semoga tak jadi) sarang kuntilanak. Sudah rusak di sana-sini akibat tidak terawat. Katanya akan ada proyek lagi bikin pagar kantor camat. Sudah pernah direhab tapi sesudah itu tak ada juga pegawai yang ngantor,” ujarnya.
Apa yang disampaikan Zailami tak jauh beda dengan tampilan visual yang direkam Imran SE MSM, pekerja sosial dan aktivis kebencanaan yang singgah ke Lampuyang, Rabu (24/6/2020).
Foto-foto yang diposting Imran memperlihatkan kondisi memprihatinkan pada bangunan fisik Kantor Camat Pulo Aceh dan beberapa kantor lainnya di pusat kecamatan tersebut.
• VIDEO - Ketua KPK Firli Tertangkap Naik Helikopter, Begini Respon ICW Hingga MAKI Lapor ke Dewas
“Prihatin sekali, seperti bangunan di negeri tak bertuan,” tulis Imran dalam caption fotonya.
Menurut Imran, ada kesan yang dilakukan selama ini hanya berorientasi proyek fisik sedangkan manfaat bagi masyarakat tak pernah jadi perhatian.
“Buktinya ya ini, bangunan dibiarkan terbengkalai. Ketika rusak direhab. Kalau ada yang belum lengkap, seperti pagar kantor camat, dibangun lagi,” ujar Imran.
Selain bangunan perkantoran di Lampuyang, Imran juga sempat merekam kondisi fasilitas publik di Lamteng, Kemukiman Pulau Nasi.
Dari Lampuyang ke Lamteng membutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan perahu mesin atau boat nelayan.
Di Lamteng ada pelabuhan penyeberangan Pulo Aceh ke daratan Banda Aceh. Namun kondisi beberapa bangunan/fasilitas pelabuhan, menurut pengamatan Imran juga terkesan kurang perawatan.
“Saya pikir ini perlu menjadi perhatian apalagi pelabuhan merupakan pintu masuk ke suatu wilayah, dan salah satu kesan pertama adalah di pelabuhan,” demikian Imran. (nasir nurdin)