"Jika yang dibutuhkan 100 kg, yang tersedia hanya sekitar 35 kg," ujar Abdullah kepada Serambinews.com, Minggu 15 Desember 2019.
• VIDEO - Melihat Aktivitas Relawan Bermain Ceria Bersama Anak-anak Rohingya
Karena sulitnya mendapatkan pupuk subsidi, petani tak punya pilihan. Mereka terpaksa membeli pupuk non-subsidi yang memang gampang ditemukan, meski harganya jauh lebih mahal.
Catatan pada akhir tahun lalu, pupuk urea non-subsidi mencapai Rp 280.000/zak atau lebih mahal dua kali lipat dari subsidi.
NPK Phonska Rp 150.000 atau lebih mahal Rp 40.000 dan SP 36 Rp 130.000 atau lebih mahal Rp 20.000 dari yang subsidi.
Sebelumnya, Rajudin, anggota Tim Pengawas Pupuk Distanpang Pidie Jaya membenarkan jatah pupuk subsidi yang dialokasikan pemerintah setiap tahun relatif sedikit dibandingkan kebutuhan.
"Persolaan seperti ini sudah lebih tiga tahun dihadapi petani," kata Rajuddin, waktu itu. (*)