“Bagaimana kita bicara program ketahanan pangan kalau kelangkaan pupuk saja tak kunjung teratasi.”
Laporan Nasir Nurdin | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, MEUREUDU – Kelangkaan pupuk bersubsidi masih menjadi persoalan serius yang dihadapi petani di Kabupaten Pidie Jaya, terutama pada saat-saat menjelang musim tanam.
Salah seorang Pengurus Forum Pengurangan Risiko Bencana (Forum PRB) Aceh, Imran SE MSM dalam laporannya ke Serambinews.com menyebutkan, saat ini petani di Pidie Jaya sedang bersiap-siap memasuki musim tanam semester II tahun 2020.
Pengamatan Imran di salah satu desa, yaitu Meunasah Pupu, Kecamatan Ulim, Pidie Jaya, petani setempat sudah memasuki proses pengolahan tanah (menyemai benih). Pada akhir Juli sudah musim tanam.
“Namun persoalan kembali muncul. Sejak awal Juli ini petani mulai kesulitan mendapatkan pupuk subsidi baik di tingkat distributor maupun kios pengecer,” kata Imran.
• 14 Orang di Panti Jompo Tewas akibat Serangan Jantung, Diduga Panik Karena Banjir sampai Lantai 2
• Pecatan Polisi Serang Polisi Dengan Parang Saat Ditangkap Sedang Pesta Sabu
Anehnya, lanjut Imran, pupuk non-subsidi gampang ditemukan. Namun harganya bisa mencapai lebih dua kali lipat dari pupuk subsidi.
“Pupuk urea non-subsidi, harganya mencapai Rp 280.000 sedangkan yang subsidi sekitar Rp 100.000. Petani juga sangat tergantung dengan pupuk NPK Phonska, namun harganya juga relatif mahal,” lapor Imran mengutip wawancaranya dengan sejumlah petani di Kecamatan Ulim.
Menyikapi kondisi itu, Imran yang membidangi kebijakan dan manajemen pengurangan risiko bencana di Forum PRB Aceh berharap Pemkab Pidie Jaya termasuk Pemerintah Aceh melalui dinas terkait secepatnya mencarikan solusi terhadap persoalan yang terus berulang ini.
“Petani sedang menghadapi saat-saat sulit di tengah pandemi Covid-19. Seharusnya petani tidak semakin tersiksa akibat kelangkaan pupuk. Bagaimana kita bicara program ketahanan pangan kalau kelangkaan pupuk saja tak kunjung teratasi,” ujar Imran.
Imran juga berharap pengawasan pupuk subsidi perlu diperketat agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak berhak, misalnya untuk usaha perkebunan berskala besar.
Kuota terbatas
Sebelumnya, pada akhir Desember 2019, media ini juga mengangkat persoalan kelangkaan pupuk subsidi yang dihadapi petani Pidie Jaya.
• Warga Kota Banda Aceh Sudah Bisa Cetak Sendiri Dokumen Kependudukan, Ini Ketentuannya
Kekosongan pupuk subsidi di pasaran, kata Abdullah, salah seorang anggota tim pengawas pupuk bersubsidi di Pidie Jaya erat kaitannya dengan kuota atau jatah yang diberikan pemerintah.
Pupuk yang dijatahkan setiap tahun, lanjut Abdullah, hanya cukup untuk sepertiga dari kebutuhan ril.
"Jika yang dibutuhkan 100 kg, yang tersedia hanya sekitar 35 kg," ujar Abdullah kepada Serambinews.com, Minggu 15 Desember 2019.
• VIDEO - Melihat Aktivitas Relawan Bermain Ceria Bersama Anak-anak Rohingya
Karena sulitnya mendapatkan pupuk subsidi, petani tak punya pilihan. Mereka terpaksa membeli pupuk non-subsidi yang memang gampang ditemukan, meski harganya jauh lebih mahal.
Catatan pada akhir tahun lalu, pupuk urea non-subsidi mencapai Rp 280.000/zak atau lebih mahal dua kali lipat dari subsidi.
NPK Phonska Rp 150.000 atau lebih mahal Rp 40.000 dan SP 36 Rp 130.000 atau lebih mahal Rp 20.000 dari yang subsidi.
Sebelumnya, Rajudin, anggota Tim Pengawas Pupuk Distanpang Pidie Jaya membenarkan jatah pupuk subsidi yang dialokasikan pemerintah setiap tahun relatif sedikit dibandingkan kebutuhan.
"Persolaan seperti ini sudah lebih tiga tahun dihadapi petani," kata Rajuddin, waktu itu. (*)