Laporan Fikar W Eda I Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Ketua Forum Bersama (Forbes) Anggota DPR dan DPD RI Asal Aceh M Nasir Djamil meminta kepada para dokter umum non-PNS di Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Tgk Chik Ditiro Sigli untuk tidak mengundurkan diri.
Permintaan itu disampaikan Nasir Djamil di Jakarta, Minggu (13/9/2020) menanggapi rencana pengunduran diri sejumlah dokter akibat beban kerja yang yang besar tidak sesuai dengan perlindungan yang didapat.
“Kami pahami beban kerja yang demikian besar. Tapi untuk menjaga pelayanan kesehatan tetap bisa berjalan, mengingat situasi yang sedang dilanda pandemic, kami meminta agar tidak mengundurkan diri. Kami harapkan bersabar,” kata Nasir Djamil, politisi PKS yang kini duduk di Komisi II.
Sebaliknya kepada Pemerintah Aceh, Nasir Djamil menyebutkan agar segera mengatasi kesulitan para dokter, untuk melindungi dan memfasilitasi para dokter di seluruh rumah sakit di Aceh. Terutama pemberian insentif.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 17 dokter umum non-PNS mengundurkan diri dari RSUD Tgk Chik Di Tiro Sigli, Jumat (11/9/2020).
• VIDEO - 17 Dokter Mengundurkan Diri, Aktivitas RSUD Sigli Tetap Normal
Pengunduran diri tenaga medis akibat beban dan risiko kerja yang dibayar rumah sakit dinilai tidak sesuai.
Surat pengunduran diri tanpa nomor itu ditujukkan kepada Kepala Bagian Pelayanan Medik RSUD Tgk Chik Di Tiro Sigli, dr Dwi Wijaya.
• Laporkan Kematian Tahanan Dalam Sel Polisi, Wartawan Mesir Ditangkap, Ini Tuduhannya
• Mulai Besok, Pegawai Kemenag Bekerja Dua Sif
• Hakim AS Minta Bangsawan Arab Saudi Menjawab Pertanyaan Gugatan Serangan 11 September 2001
Pengunduran 17 dokter umum tidak menyebabkan pelayanan terganggu, aktivitas tetap berjalan normal.
Secara terpisah, seperti dikutip media, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Aceh, dr Safrizal Rahman menyatakan, tenaga medis yang bertugas dalam menangani pasien COVID-19 mengakui belum mendapatkan dana insentif dari pemerintah.
Tenaga medis, seperti dokter, perawat, masih belum mendapatkan insentif.
Safrizal mengatakan, tenaga kesehatan yang bertugas menangani COVID-19 dan telah menerima insentif dari Kementerian Kesehatan hanya mereka yang menjadi Peserta Program Dokter Spesialis (PPDS).
Sementara, dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain di Aceh belum menerimanya.
"Mereka (PPDS) sudah mendapatkan insentif untuk lima sampai enam bulan, yang dokter, perawat, dan tenaga medis lain yang membantu penanganan COVID-19 itu belum," katanya.
Menurut dia dana insentif itu bersumber dari pemerintah pusat.
Ia menjelaskan terdapat beberapa daerah di luar Aceh, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota mengambil kebijakan untuk menalangi terlebih dahulu dana insentif tersebut.
"Artinya mereka (pemerintah daerah) memberikan insentif kepada para tenaga medisnya, dan mengatakan nanti seandainya yang dari pusat turun (cair) maka itu dikembalikan," katanya.
"Insentif ini hanya boleh satu dari pemerintah pusat, tidak boleh dobel, tapi dari pemerintah pusat belum cair," tambahnya.
Ia menjelaskan dokter di Aceh ada sekitar 3.500 orang. Sementara, bergelut sebagai garda terdepan dalam penanganan COVID-19 di Aceh hanya sekitar 800 hingga 1.000 dokter. Belum lagi perawat dan tenaga medis lainnya.
Selama ini, kata dia, tenaga medis di Aceh hanya mendapatkan buah tangan dari Pemprov Aceh berupa sembako dan sejenisnya, tetapi belum insentif berupa dana.
Namun, IDI Aceh menyerahkan sepenuhnya proses pencairan itu kepada pemerintah.
"Kita berpikir proses audit dan segala macam ini yang butuh waktu. Tidak serta merta begitu diusulkan langsung dikeluarkan. Tapi benar atau tidak (datanya), karena (insentif) ini bagi mereka yang menangani COVID-19, tidak untuk semua tenaga medis," demikian Safrizal Rahman.(*)