SERAMBINEW.COM – Pandemi virus Corona yang melanda penjuru Myanmar, memaksa warganya memakan ular dan tikus agar bisa bertahan hidup ketika pemerintah mengambil langkah Lockdown.
Setelah gelombang pertama virus Corona melanda Myanmar pada Maret 2020, Ma Suu (36), menutup kiosnya dan menggadaikan perhiasan serta emasnya untuk membeli makanan.
Selama gelombang kedua, pemerintah mengeluarkan peringatan untuk tinggal di rumah pada bulan September 2020.
Ma Suu yang tinggal di Yangon, terpaksa menutup kiosnya kembali dan menjual semua pakaian, piring, dan pancinya.
Karena tidak ada yang tersisa untuk dijual, suaminya Ma Suu, seorang pekerja konstruksi yang tidak bekerja, terpaksa berburu makanan di saluran air.
Ia mencarinya di daerah kumuh tempat mereka tinggal di pinggiran kota terbesar di Myanmar.
“Orang-orang memakan tikus dan ular,” kata Ma Suu sambil menangis, mengutip dari South China Morning Post, Sabtu (24/10/2020).
Baca juga: Rumah Dekat Istana Presiden Venezuela , Warga Hidup Bersama Tikus dan Kecoak
Baca juga: Menjijikkan, Pabrik Roti Ini Gunakan Air dari Toilet, Tempat Penyimpanan Dipenuhi Kotoran Tikus
“Tanpa penghasilan, mereka perlu makan seperti itu untuk memberi makan anak-anak mereka,” sambungnya.
Mereka tinggal di Hlaing Thar Yar, salah satu lingkungan termiskin di Yangon.
Untuk mencukupi makan mereka, dengan menggunakan senter, para penduduk mencari makhluk malam di semak-semak untuk dijadikan santapan makannya.
Sementara tikus, reptil dan serangga sering dimakan oleh keluarga di daerah pedesaan.
Sementara itu, orang-orang di beberapa daerah perkotaan sekarang diminta mengurangi untuk mendapatkan nutrisi sebisa mungkin.
Dengan lebih dari 40.000 kasus dan 1.000 kematian, Myanmar menghadapi salah satu wabah virus Corona terburuk di Asia Tenggara.
Lockdown di Yangon telah menyebabkan ratusan ribu orang, seperti Ma Suu, tanpa pekerjaan dan uang sedikitpun.
Anggota parlemen lokal, Nay Min Tun mengatakan, di wilayahnya di Hlaing Thar Yar, 40 persen rumah tangga telah menerima bantuan.
Tetapi banyak tempat kerja ditutup dan orang-orang menjadi sangat putus asa.
Baca juga: Mau Melamar Kekasihnya, Wanita Ini Beli Cincin Tunangan yang Terbuat dari Ekor Tikus
Baca juga: Tanpa Basa-basi Pria Ini Hantam Tikus ke Dinding Bak Gulat Smackdown, Warganet Malah Ngakak
Myat Min Thu, anggota parlemen partai yang berkuasa untuk daerah tersebut, mengatakan bantuan pemerintah dan sumbangan pribadi sedang didistribusikan tetapi mengakui tidak semua orang menerimanya.
Krisis telah membayangi pemilihan umum yang direncanakan pada 8 November 2020, meskipun peraih Nobel Aung San Suu Kyi diperkirakan masih akan menang dengan selisih yang cukup.
Bahkan sebelum pandemi, sepertiga dari 53 juta orang Myanmar dianggap "sangat rentan" untuk jatuh ke dalam kemiskinan.
Baca juga: The King Lantak Laju Adam Mitter Pamit, Terbang ke Inggris, Ucap Terima Kasih ke Pendukung Persiraja
Meskipun ekonomi negara itu baru-baru ini menguntungkan setelah beberapa dekade Myanmar terisolasi di bawah militer junta.
Tekanan finansial sekarang mengancam untuk menjerumuskan banyak orang kembali ke dalam kemiskinan atau menekan peluang mereka untuk keluar dari kemiskinan.
Kemiskinan di kawasan Asia Timur dan Pasifik yang sedang berkembang akan meningkat untuk pertama kalinya dalam 20 tahun karena Covid-19.
Baca juga: Kisah Gampong Aree dan Para Perantau yang Jadi Andalan Pembangunan, dari Malaysia Hingga Australia
Bank Dunia pada bulan September 2020 mengatakan, di wilayah itu sekitar 38 juta diperkirakan akan tetap berada atau didorong kembali ke dalam jurang kemiskinan.
Pemerintah Myanmar telah menawarkan kepada rumah tangga miskin paket bantuan makanan satu kali.
Tak hanya itu, Myanmar juga memberikan uang tunai masing-masing sebesar 15 dollar AS (Rp 220.000) sebagai bagian dari rencana stimulus ekonomi.
Baca juga: Bikin Ngakak, Reaksi Pria Sangar Bertemu Ular Saat Asyik Nyanyi Sambil Rekam di Jalanan Semak
Baca juga: Ular Bunuh Katak Beracun Secara Sadis, Belah Perut Sampai Keluar Isi Lalu Memakannya
Tetapi para penduduk mengatakan rencanan itu telah gagal.
Sebuah survei oleh ONow Myanmar terhadap lebih dari 2.000 orang di seluruh negeri pada bulan April 2020 menemukan bahwa, 70 persen orang telah berhenti bekerja.
Kemudian seperempatnya telah mengambil pinjaman untuk membeli makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya.
“Sektor-sektor yang mendorong industrialisasi di Myanmar, termasuk pekerjaan garmen dan pariwisata, telah terhenti sementara putaran uang mengering,” kata Gerard McCarthy, seorang postdoctoral di Asia Research Institute di Singapura.
“Rumah tangga sudah sangat berhutang untuk membayar perawatan medis, sekolah, menanggung orang tua dan kelangsungan hidup sehari-hari,”
“Banyak dari mereka yang harus melunasi pinjaman ini sebelum mereka dapat mulai mengeluarkan uang untuk keperluan apapun,” katanya.
Baca juga: Viral Wanita Dilamar Dengan Mahar Uang Rp 300 juta, Emas, Beras 1 Ton, Kuda, Tanah, Mobil dan Rumah
Thant Myint-U, seorang sejarawan Myanmar mengatakan, tidak adanya jaring pengaman sosial yang layak dan runtuhnya sistem kesejahteraan tradisional desa.
“Bagi puluhan juta orang miskin Myanmar, tidak ada yang lain selain pasar, atau pada saat yang baik memberikan mereka peluang untuk bekerja di sektor informal di kota atau migrasi ke luar negeri,”
“tetapi selama masa sulit ini, mereka hanya memiliki sedikit baju di punggung mereka sendiri dan tak ada yang lain," dia berkata. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Baca juga: Ayah Cabuli Anak Tirinya hingga Hamil, Terbongkar dari Kecurigaan Ibu Lihat Perubahan Tubuh Anaknya
Baca juga: NEKAT! Guru Ini Lakukan Hal Tak Senonoh pada Siswanya Padahal Ibu sang Siswa Tidur di Sampingnya
Baca juga: Viral Video Detik-detik Puting Beliung di Bekasi, Bangunan Porak-poranda dan Motor Tersapu Angin